Fighter VS Star!
Fanfiction EXO Area
Judul : Fighter VS Star!
Genre : Romance, School, Little Yadong.
Cast : Kai EXO as Kai
Kim Nana as you (reader)
Notes : Mian ya, kalau ceritanya kurang greget. Baru mulai bikin ber-genre yadong, haha. Ini permintaan my chingu buat update ini ff. okee, selamat menikmati jalan ceritanya. *^^v
Disebuah sekolah mewah berdiri
diatas lahan yang luas diwilayah Seoul. Disana tempat anak – anak yang lahir
dari keluarga kaya belajar. Dengan fasilitas yang mencukupi, membuat sebagian
besar dari mereka lebih memilih menghabiskan hari disekolah dibanding dirumah.
Menurut mereka, didalam rumah hanya ada kebosanan, tak ada teman, apalagi orang
tua yang tinggal dirumah. Kebanyakan orang tua dari mereka bekerja diluar
negeri atau pulang dua bulan sekali. Berbeda dengan sang artis disekolah, namja
ini tidak terlalu betah menghabiskan waktu disekolah. Bukan berarti dia
menyukai rumah, dia hanya rindu dengan tempat latihan dan dorm-nya.
Maklum saja, dia adalah salah
satu member boyband yang terkenal di seluruh penjuru Seoul. Bahkan dalam
rencananya, ia dan semua member yang lain akan melakukan tour dunia. Tak lagi
hanya di Asia, agensinya membuat rencana tour Eropa.
Pesonanya membuat para yeoja selalu
memperhatikannya berlebihan, itu yang membuatnya risih disekolah. Ia tak
terlalu bisa konsentrasi belajar pada setiap pelajaran. Ia memiliki supir yang
ditugaskan untuk mengantar jemput dari sekolah ke dorm (asrama). Malas pulang
ke rumah, alasan yang sering Kai utarakan pada manajer yang selalu menyuruhnya
pulang ke rumah. Manajernya tak mau ada media yang meliput ketidakharmonisan
keluarga dari salah satu member. Selain itu juga karena dia adalah member
termuda di boyband itu, maka ia masih harus diawasi juga oleh orang tuanya.
“Ya! Aku malas kalau harus pulang, hyung!” ujar
Kai mengeluh pada manajernya yang duduk didepan sebelah sopir.
“Kali ini aku diminta oleh direktur untuk
mengantarmu pulang,” jawab manajer pada Kai, berharap anak ini mengerti apa
maksudnya. Tujuannya selain untuk memperbaiki kabar yang beredar, ini juga atas
permintaan ibunya Kai sendiri. Manajer pun selalu berharap Kai mengerti
permintaan dari direktur agensi.
“Kau harus mengerti, hyung. Ayah dan ibuku juga
tak akan ada dirumah. Kalau pun memang ada dirumah, anaknya itu bukan aku tapi
semua kerjaan mereka dan tumpukan kerjaan yang mesti diselesaikan. Dan aku,
akan tetap menyendiri dirumahku sendiri,” bentak Kai,
“Dirumah ada ibumu,” ujar manajer memperhalus
nadanya,
“Apa? Ibu? Hyung, kalau kau terus mengajakku
untuk bertemu dengannya. Lebih baik aku turun disini saja,” ujar Kai tak memutuskan
pandangannya pada luar jendela mobil.
“Baiklah. Kita akan pergi ke tempat latihan,
setelah itu kau menemui direktur dikantor.”
Manajer berusaha mengatur nada
bicaranya agar Kai tak nekat untuk turun. Ia hanya bisa mengusap dahinya dan
terus menatap ke depan. Kai tak ingin lagi mengingat ibunya, yang ia tahu
sekarang ia bersama ayah dan ibu tirinya yang bekerja di Jepang. Ia mulai
seperti ini sejak ibunya yang sudah lama meninggalkannya kembali pada Kai saat
ia memulai debutnya. Ia terus mengingat saat – saat ibunya meninggalkan dirinya
seorang diri dirumah. Sebesar apapun rasa benci Kai pada ibunya, tapi ia sadar
ibunya tetap ibunya Kai yang dulu merawatnya. Sesampainya di tempat latihan,
manajernya pun selalu menemani Kai latihan.
“Hyung, apa aku jahat seperti itu pada ibu?”
tanya Kai berjalan menuju ruang latihan,
“Iya. Sebaiknya kau jangan begitu, setelah ini
kau mau pulang sebentar?” tawar manajernya,
“A-aniyo, aku masih canggung bertemu ibuku
sendiri. Aku selalu mengingat saat – saat itu ketika melihatnya,” ujar Kai yang
membuka lokernya dan ganti baju.
“Baiklah. Kalau begitu, kau seriuslah latihan.
Nanti hubungi aku kalau sudah selesai, aku akan ke kantor dulu menemui
direktur,” ujar manajer
“Ne,” Kai pun berlalu, ia pun pergi ke dalam
dan mulai berlatih dengan yang lain.
Kai pun kembali membaur dengan
jiwa keartisannya setelah murung mengingat ibu kandungnya. Ia pun mulai membawa
dirinya mengikuti alunan musik yang mengiringi. Setelah tiga jam berlatih dance
untuk satu lagu yang akan menjadi single utamanya, manajerpun datang. Ia
menjemputnya untuk pulang kerumah, tak jadi ke kantor. Direktur sudah
menyuruhnya untuk membawa Kai secepatnya menemui ibunya.
“Hyung! Kau tak bisa memaksaku seperti ini,”
ujar Kai berhenti mengeringkan rambutnya dengan handuk seusai mandi.
“Direktur memintaku seperti itu, aku juga
bingung harus bicara bagaimana lagi. Tolong untuk sekali ini kau dengarkan
aku,” ujar manajer menatap ke arah Kai,
“Dimana?” akhirnya Kai menjawab, sebelumnya dia
diam tanpa kata,
“Dirumahmu. Kau akan ku antar kesana,”
“Setelah itu?” tanya Kai,
“Kau akan tinggal disana,” jawab manajer, wajah
Kai terlihat terkejut menatap lurus ke arah dalam loker,
“Shireo,” jawab Kai dengan nada datar,
merapihkan baju dilokernya ke dalam tas tanpa menatap wajah manajernya,
“Jangan membantah, untuk saat ini saja. Sudah
banyak artikel buruk tentangmu, kau membiarkan ibumu tinggal sendiri dirumah,”
“Aku tak peduli. Biarkan itu berlalu, yang
penting aku tak melakukan seperti itu.” Kai memindahkan tasnya ke punggungnya.
Dan berjalan lebih dulu daripada manajernya. Ia pun segera masuk ke dalam
mobil, beberapa fans yang melihat Kai keluar dari gedung segera menghampirinya.
Wajahnya berubah jadi tersenyum ramah didepan para fansnya.
Manajernya pun membatasi orang
yang ingin berfoto dengannya. Dan mengarahkan Kai untuk segera masuk ke dalam
mobil dan sesegera mungkin pergi ke rumahnya Kai.
Kai melihat seorang wanita dengan penampilan
tomboy, lewat mendorong fans Kai menjauh dari dirinya dan memberi jalan karena
ingin lewat. Tak sengaja ada yang mendorongnya sampai ia terbentur kaca jendela
mobil yang didalamnya ada Kai.
“YA!!” teriak wanita itu pada penggemar yang
sengaja mendorongnya untuk balas dendam karena sudah mendorongnya tadi.
Kai POV
“Ya! Ya! Dia berdarah, hyung. Dahinya terluka,” ujarku pada manajer, hyung pun yang kaget
langsung turun dan menarik wanita itu ke dalam mobil.
“Kau tak apa?” tanyaku pada wanita tomboy yang
kulihat sedang melawan arus para fansku, dia hanya diam dengan wajah meringis
memegang dahinya terus.
“Gwaechana,” jawabnya dan ingin segera keluar
dari mobil.
Tapi aku akan membawanya dan
mengobati dahinya yang terluka itu. Aku tak membiarkan dia keluar, karena akan
ada wartawan yang meliput dan membuat berita yang tak pernah ku perbuat
sebelumnya. Aku memberikan sapu tanganku untuk setidaknya ia mengeringkan darah
di dahinya itu. Wanita itu diam saja, sejak kapan aku seorang artis terkenal
dibiarkan diam tanpa ada pembicaaraan oleh orang yang tak pernah ku kenal.
“Aaaaak! Aku bisa gila!” teriakku tiba – tiba didalam mobil, kesal.
“Ada apa, Kai? Kau lapar? Kau ingin makan?” tanya manajer padaku,
“Aaakk, hyung. Aku tak tahu harus bicara apa lagi,” ujarku kesal, mengucek
rambutku.
“Kau memang seperti ini setiap hari?” akhirnya
wanita itu berbicara padaku, tapi karena gengsi. Aku membalasnya, aku menjawab
pertanyaannya agak lama.
Tak disangka, wanita itu
kembali menatap jendela dan tak menatapku lagi. Lagi, harga diriku sebagai
artis dilecehkan. Beraninya dia membiarkan aku seperti orang bodoh yang sedang
berbicara sendiri. Memang salahku juga yang lama menjawab pertanyaannya.
“Namamu siapa?” tanyaku memberanikan diri,
menaruhkan harga diriku.
“Nana, Kim Nana. Wae?” tanyanya garing, aku
hanya tercengang melihatnya. Aku baru kali ini melihat wanita bertindak seperti
ini padaku.
“Mwo, wae? Ah-aniyo. Tidak ada apa – apa, aku
hanya bertanya namanya,” aku malas berbicara padanya, bisa gila muda disini,
kesal! Semoga saja wanita ini cepat jatuh hati padaku, aku kan artis. Ah paling
wanita ini hanya berusaha menutupi dirinya kalau sebenarnya suka padaku, banyak
wanita yang seperti itu padaku. ‘santai saja,’ ujarku dalam hati. Aku terus
tertawa dalam hati yang menyebabkan senyumku naik ke permukaan. Manajerku yang
mengintip dari kaca spion segera bertanya padaku.
“Kenapa Kai? Kenapa tersenyum seperti itu?”
tanya manajerku,
“Ahh, tidak. Aku hanya mengingat kejadian
semalam di dorm,” ujarku menutupi apa yang sedang kupikirkan sebenarnya,
“Kau kenal dengan Sehun kan, dia kelas 2-2? Dia
akan sekelas denganku disekolah,” ujarnya padaku,
“Oh iya, memangnya kenapa?” jawabku sedikit
kaget,
“Aku mengidolakan dia, titip salam ya. Ahjussi,
aku turun disini saja. Terima kasih ya, Kai.” ujarnya menatapku dengan
senyumannya.
Perasaanku mulai berbeda,
jantungku juga bukan berdetak, tapi ini bernyanyi. Aku diam saja mendengarkan
alunan lagu jantungku. Ada apa ini, aku malah mematung dihadapan senyumannya. Musim semi? Bukan, ini musim gugur. Kenapa musim
ini menjadi indah? Waktu seperti berhenti dihadapanku, lagu “After Day Passes –
Junhyung ft. BTOB” pun bermain ditelingaku, tunggu! Hatiku juga mulai mengikuti
nyanyian dan setiap irama lagu itu. Dan ketika aku sampai titik tinggi
khayalanku, lamunanku
disadarkan oleh pukulan ditanganku dari Nana yang menyadarkanku untuk berpamitan pulang.
“Ya! Kai, kau kenapa? Aku pulang ya, gomapta,”
ujar Nana keluar dari mobil, menundukkan kepalanya dan berlalu dari hadapanku.
Aku mulai merasa ada yang menarikku keluar.
“Nana!”
“Ya, ada apa?” jawabnya menoleh padaku yang
sedang memasukkan tangannya ke saku jaketnya. Senyuman itu lagi yang mencoba
membunuh karakter cool-ku. APA INI!!! geramku pada diriku sendiri.
“Kau tinggal dimana?” tanyaku,
“Aku tinggal disana, tidak jauh dari sini. Maaf ya aku sedang buru – buru,” dia pun
meninggalkanku dengan senyumannya lagi. Aku takkan mau bertemu dengannya lagi,
baru kenal saja sampai begini. Dia hanya membuatku kesal dengan perlakuannya padaku
seperti itu. Aku ini artis, harus dibuat seperti ini terlalu kejam.
Sesampainya dirumah, aku dan manajer melangkah
masuk ke dalam rumah. Aku masih menunduk dan berdiri di sebelah manajerku.
“Aku masuk lebih dulu ya. Kau tunggu disini,”
ujarnya meninggalkanku sendiri berdiri didepan rumah. Ia masuk untuk menemui
ibuku, entah apa yang mereka bicarakan yang pasti tak lama dari itu hyung
memanggilku. Aku pun masuk ke dalam rumah berusaha memantapkan setiap langkah
mendekati orang yang aku kesali. Seorang wanita dengan wajah anggunnya, teduh
dan senyuman lembutnya menyapa tubuhku yang berdiri dihadapannya. Tiba – tiba
nyaliku bergetar, tubuhku dingin, airmataku terbendung. Entah kenapa, yang
pasti ini selalu terjadi saat aku berdiri dihadapan wanita itu, dulu pun
seperti ini. Ya, wanita ini adalah ibuku.
“Akhirnya kau mau pulang,” ujarnya membuatku
terkejut. Aku salah tingkah, aku mengangkat tubuhku yang kubungkukkan untuk
menghormati beliau.
“Oh, iya. Ba-bagaimana kabar ibu?” tanyaku
memberanikan diri sendiri. Dia diam, wajahnya terkejut, entah apa yang ada
dipikirannya sekarang.
“Ibu, ada apa?” tanyaku menyadarkannya,
“Kau bisa meninggalkan kami berdua saja?” ujar
ibu, aku heran mendengar itu. Ia meminta manajerku meninggalkan kami berdua,
hanya berdua. Hyung pun keluar rumah dan memilih untuk pergi ke kantor. Aku
mulai canggung dihadapannya.
“Kabar ibu baik – baik saja, kau sendiri?”
tanyanya padaku,
“Aku baik, ibu.” aku diam kembali setelah
menjawab pertanyaannya,
“Bagaimana kegiatanmu, mengganggu sekolahmu
tidak?” tanyanya menuntunku ke kursi di ruang makan,
“Ya, begitu saja, ibu. Aku tak merasa sekolahku
terganggu,” jawabku,
“Oh begitu. Ya sudah,” jawabnya. Aku hanya bisa
diam saja, tak ada pembahasan lagi. Tapi ada yang ingin kutanyakan sebenarnya
padanya. Kenapa setiap aku memanggilnya ibu, wajahnya selalu seperti itu, kaget
seakan tak percaya.
Author POV
“Ibu..” tanya Kai pada ibunya,
“Ya nak?”
“Aku boleh bertanya sesuatu?” tanyanya,
“Apa nak?”
“Kenapa setiap aku memanggilmu ibu, kau selalu
terkejut?” tanyanya pelan,
“E-em, karena ibu sudah lama tak mendengarkan
panggilan itu darimu,” jawab ibu terlihat gugup,
“Oh. Tapi kenapa dulu kau meninggalkanku dirumah?” tanya Kai dengan wajah sinis tanpa menatap wajah ibunya,
“Sudah, lupakan. Kau belum makan kan? Kau makan
dulu, kelihatannya sehabis latihan kau lelah dan lapar,” ujar ibu memberikan
semangkuk sup rumput laut, dan nasi.
“Eoh?” heran Kai melihat itu,
“Selamat ulang tahun, anakku. Ibu tak pernah
lupa kalau ini hari ulang tahunmu,” ujar ibunya menahan tangis berlalu dari
hadapannya ke dalam kamar. Kai hanya bisa membendung airmatanya, dan memakan
sesendok sup rumput laut buatan ibunya. Ia terus menarik ingusnya, menahan air
matanya jatuh, dan terus tersenyum haru.
“Ibu...” bisiknya disela waktu makannya. Lalu
ia segera menghabiskan makan malamnya. Setelah ia membereskan meja makannya, ia
berpikir untuk menghampiri ibunya yang ada didalam kamar. Kai berdiri didepan
pintu kamar ibunya, menahan ketukannya. Ia takut kalau ibunya sudah tertidur pulas
dikamarnya. Ia pun memilih untuk pergi ke kamar dan beristirahat. Bagaimanapun
besok ia mesti pergi ke sekolah sebelum latihan dengan yang lainnya. Lampu
kecil di sebelah tempat tidurnya masih menyala, Kai tak bisa tidur malam itu.
Malamnya resah, merasa terjaga oleh sebuah masalah, dirinya sendiri pun tak
mengerti itu.
“Ishh..akkk!” ujar Kai mengacak – acak rambutnya
dan membanting tubuhnya ke tempat tidur. Wajah Nana selalu membayangi dia, itu
yang daritadi membuatnya kesal bukan main.
“Nana?” celetuk Kai saat menatap langit kamarnya.
“Kau kan sekelas denganku bodoh! Kenapa kau bilang
seperti itu. Kan Sehun yang baru pindah ke kelas kita, Ya! Bisa – bisanya kau
lupa,” gerutu Kai. Kali ini, mungkin Kai sedang jatuh cinta atau dibuat jatuh
oleh cinta. Ia pun segera mematikan lampu, dan segera memutar badannya
membelakangi arah pintu kamar. Bersiap untuk tidur nyenyak, ia menarik
selimutnya agar semakin nyenyak dari dinginnya malam. Seseorang terjaga tidur
disebelah Kai, ia mengelus rambutnya yang berwarna hitam dan ikal itu.
“Ibu mencintaimu, nak. Kau percaya itu kan?” ujar
ibunya hampir menangis tanpa memutuskan belaiannya pada Kai. Ia berusaha
menahan napasnya, ia masih belum bisa memejamkan mata. Ia mendengar apa yang
ibunya bilang, Kai menahan emosinya untuk menangis dan terus merasa bersalah. Selama
dia meninggalkan ibunya, berarti selama ini dia membuat sakit hati ibunya. Ia
membiarkan tubuhnya dipeluk oleh wanita itu sepanjang malam. Hanya saja, Kai
tak seperti yang dulu, seperti anak sekolah dulu. Kegiatannya sekarang sudah mulai
padat dari pagi hari sampai hampir tengah malam. Dari mulai latihan, off air
dan on air bersama grupnya, dan ia memang harus memenuhi seluruh kegiatan
agensinya. Benar saja, ponselnya berdering tepat jam 2 dini hari, ternyata hyung
meneleponnya.
“Kau sudah siap?” tanya manajer,
“Aniyo, hyung tunggu saja diparkiran. Aku akan
kesana, sebenarnya apa yang mau hyung membicarakan, apa harus membawaku?” bisik
Kai ditelepon,
“Ada. Lebih baik kau turun saja, tak perlu mandi.
Kita jam 6 pagi sudah kembali ke rumah,” ujar manajer. Kai perlahan bangun,
sesekali menoleh kebelakang mengawasi ibunya. Kai memindahkan tangan ibunya
yang mengalungi tubuhnya dari belakang. Sekarang dia membereskan posisi tidur
ibunya, dan menghampiri kening beliau.
“Ibu, jaga dirimu ya. Aku keluar sebentar,”
ujarnya sambil mendaratkan kecupannya, dan Kai segera pergi dari kamar menuju
parkiran basement. Disana sudah ada manajer Kim dan seseorang yang tampaknya
berpakaian biasa saja. Dahi Kai mengernyit waktu orang yang berdiri di sebelah
hyung menyapanya akrab. Ia terpaksa melontarkan senyumannya untuk menghormati
salamnya. Kai mendekati telinga manajer dan mencoba mencari tahu tentang orang
tersebut. Namun hyung malah menariknya ke dalam mobil dan membicarakan beberapa
hal sambil berkeliling kota Seoul.
POV Nana
Sesampainya dikantor
ayah, ia mendapati seseorang telah berdiri menghormatiku yang baru datang. Ia
tersenyum padaku, aku penasaran kenapa bisa begini. Aku berpikiran, lelaki yang
pantas menjadi pamanku itu akan dijodohkan denganku. Ternyata dia staf dari
salah satu stasiun TV, sampai sekarang masih belum mengerti banyak tawaran
seperti ini melayang padaku. Padahal aku hanya ingin anak biasa, ayahku saja
yang terkenal.
“Eoh?” aku kaget, ayah menarikku untuk duduk
dikursi. Aku tadi memang mengalihkan pura – pura tidak tahu kedatangan paman
Hyongsuk disini. Ayah mengarahkan badanku, menghadapnya sekarang, dan aku
terpaksa menunduk menghormatinya. Dan badanku ditarik untuk duduk disebelah
ayah, apa maksudnya.
“Bagaimana dengan putrimu? Apakah dia mau
sedangkan dia masih duduk dibangku sekolah?” tanya paman Hyongsuk,
“Bagaimana,
Nana? Kau bisa melakukan itu?” tanya kembali ayah menoleh padaku. Pada saat
itu, aku ingin ada ibu dia pasti tahu apa yang terbaik untukku. Aku terus
berteriak nama ibu dalam hati, aku terus berusaha agar tak salah apa yang
kupilih. Ayah belum memberitahuku tentang apapun perjanjian mereka. Entah
kenapa kepalaku berayun dari atas ke bawah. Ayah pun menandatangani surat
kontrak itu, aku mendadak dingin. Seorang Nana panik setengah mati, sebenarnya
ini ada apa.
“Ayah, ini
sebenarnya apa?” tanyaku penasaran,
“Mereka dari
pihak stasiun TV menanyakan kesiapanmu bermain di film produksi mereka,” jawab
ayahnya yang sibuk dengan pekerjaannya,
“Memang film
apa, bukankah ayah selalu menandatangani tanpa aku yang hadir, yah?” tanyaku,
“Ini film
berbeda. Setelah ayah pikir – pikir, sebaiknya ayah mempertimbangkan ini
bersamamu. Tak disangka kau akan menyetujuinya,”
“Memang apa
masalahnya?”
“Di film itu
kau harus mencium bibir pemeran pria, ada scene di film itu. Ini tentang
sekolah SMA. Sama seperti kamu sekarang,”
“MWO!!!”
teriakku kaget. Biasanya yang menghampiri ayah itu orang yang membuat film
tentang wanita tangguh sepertiku. Aku baru kali ini harus mendapati scene yang
seperti itu. Siap atau tidak, ayah sudah menandatangani surat itu. Kalau tahu
isi perjanjiannya seperti itu, aku akan membatalkan itu.
“Kapan aku
mendapat naskahnya?” tanyaku membereskan buku yang ada didalam tas,
“Sekarang. Itu
yang ada dimeja, silakan kau pelajari. Ayah liat juga jadwal sekolahmu tak
terganggu karena ini. Ini hanya film bukan drama serial dengan beberapa
episode. Kubuka saja naskah itu, kudapati ada pesan kutipan dari paman tadi.
‘Kalian harus menghayati, untukmu Nana teruslah berusaha! Fighting!’ Akkkk! Aku
bisa gila kalau memikirkan ini. Aku membaca beberapa scene dari mulai awalku
bertemu dengan orang itu. Aaaak! Aku mau tidur saja sepertinya.
“Ayah, aku
syuting film ini kapan?” tanyaku,
“Hari Jumat
minggu depan. Kau akan di Gangnam nanti,” ujar ayah,
“Mwo? Gangnam,
untuk apa?” heranku.
“Syutingnya
akan disana.” Ayah kembali menatap pekerjaannya setelah menjawab pertanyaanku. Berharap
saja orang yang akan berciuman denganku pemalu. Agar tak terjadi hal – hal yang
berlebihan ketika take scene. Aku disuruh ayah untuk pulang dan istirahat
disana. Setelah berada dirumah, adik lelakiku menggodaiku tentang tantangan
adegan berciuman itu. Dia terus menyatukan tangannya yang ia kuncupkan, ia
terus meledekku.
“YA!!” teriakku
kesal,
“Mianhae. Tapi
memang benar kakak akan melakukan hal ini?” ujarnya memajukan bibirnya.
“Ne,” jawabku
lemas. Iya benar, kakak akan melakukan itu tapi siapa pemerannya. Tunggu esok
hari saja, kami akan bertemu antar pemain satu sama lain. Disitu aku akan cari
tahu siapa lelaki itu.
Disekolah sudah
gempar berita aku akan syuting film tersebut. Hampir semua orang membicarakanku.
Aku kira ini tak akan terkenal, aku malah berdoa film ini tak begitu banyak ada
yang menontonnya. Tapi setiap aku lewat, wajah mereka seperti tidak suka. Aku
yang cuek, terus berjalan melewati mereka yang mencoba membicarakanku dari
belakang. Sampai dikelas, wajah Sehun berbeda menatapku. Jangan – jangan Kai
serius menceritakan perasaanku pada Sehun. Bagaimanapun, Sehun teman yang
selalu menemaniku kemanapun. Ada langkah yang menghampiri mejaku, wajah cuek
memang diperlukan. Aku pun mengangkat kepalaku menyambut orang yang berdiri
didepanku saat ini.
“Nana,” ujar
Sehun. Aku terkejut mendengar suaranya yang datar,
“Mwo?” jawabku
datar,
“Kau ada
waktu?” ujarnya, aku diam saja. “..hanya sebentar,” sambungnya.
“Hmm..” aku pun
mengikuti langkahnya yang panjang. Setiap langkahnya, lenjang kakinya membuatku
selalu memujanya. Dalam diam. Ia mengajakku ke belakang gelanggang olahraga.
Dia mendorongku, ke tembok. Tubuhku goyah menabrak tembok, dan berhadapan
dengan Sehun.
“Sehun-ah,”
“Apa? Bukannya
kau menyukaiku? Nana..” ujarnya dihadapanku dengan jarak yang dekat. Aku risih
dengan hembusan napasnya, anginnya terlalu hangat menyapa wajahku. Aku terus
memejamkan mata lebih lama dan membuka mataku lagi. Kutemukan wajah Sehun
semakin dekat. Teriakpun malah aku juga akan kena masalah ini. Hembusannya
semakin menghangatkan wajahku, tepatnya hidungku.
‘Ya! Ya! Jangan
seperti ini, Sehun!’ teriak hatiku menahan napas. Tapi aku merasa napasnya
menjauh dari wajahku. Seseorang menariknya menjauh dari wajahku, dan kudengar
ada suara Sehun mengeluh karena jatuh. Kai! Kai mendorong Sehun sampai jatuh ke
tanah. Mataku sementara terbelalak dihipnotis oleh tingkah lakunya.
“Mau apa kau
dengannya? Dia pasanganku,” teriak Kai,
“Hhh – hanya
pasangan di film kan? Kenapa kau marah seperti ini?” ujar Sehun bangun dari
jatuhnya dengan senyuman smirk-nya.
“M-mwo? K-kai,
k-kau pa-pasanganku di f-film itu?” heranku,
“I-iya. A-aku
memilihmu,” ujar Kai tertunduk, tak menatapku sama sekali. Aku berlari pergi
menjauh dari mereka. Tapi ternyata aku tersandung dan terjatuh. Terlihat
seseorang mendekatiku dan membantuku bangun dari jatuh itu.
“Nana! Nana!
Ya! Bangun Nana,” ujar Kai mengguncangkan tubuhku,
“M-mwo?”
bangunku kaget. Ternyata itu cuman mimpi, kulihat ke arah Sehun. Ternyata dia
sedang duduk dan asyik dengan buku pelajarannya.
“I-itu,
dimulutmu. Mulutmu mengeluarkan air,” ujar Kai tampak tak mau melihat, menunjuk
ke arah sisi mulutku. Sontak aku panik dan refleks mengelap semua. Tapi tak
kutemui basah diderah mulutku.
“Eoh! Kenapa
kau begitu panik? Aku kan cuman bercanda,” tawa Kai merekah,
“Ya!!” teriakku
membalas perbuatannya dengan menarik tasnya. Tubuhnya oleng, dan terjatuh ke
lantai. Tubuhku tertarik tasnya yang terjatuh, tubuhku ada diatasnya. Bibirku
berpapasan dengan bibirnya. Tangannya memeluk pinggangku, aku terus mencoba
melepaskan bibirku dari bibirnya yang sedang bertautan. Tangan Sehun membantuku
bangun dengan menarik tanganku. Dia meletakkan tubuhku dikursi, dan ia kembali
mengulurkan tangannya pada Kai. Dia menarik dan membantunya bangun dari posisi
berbaringnya. Karena kejadian itu ada dibarisan belakang dan masih pagi, tak
banyak yang melihat kejadian itu.
“Kau tak apa?”
ujar Sehun dengan nada datarnya. Aku menganggukkan kepalaku, dia pun menatap
sinis Kai yang duduk di barisan sebelah menatapku diam – diam. Aku membalas
tatapannya saat ia menatap kedepan. Saat mata kami bertautan, aku segera
menatap buku lagi.
Author POV
Hari ini adalah
hari dimana Nana harus memulai izin pada kepala sekolah. Ia segera berangkat ke
Gangnam, syuting akan mulai petang nanti. Ia ditemani oleh tantenya yang
mengendarai mobil. Ayahnya sudah lebih dulu pergi ke kantornya.
“Bi, kalau aku
mau pulang bagaimana?” ujar Nana kepada bibinya,
“Ya, kau harus
professional, Nana. Kau pasti bisa, nanti aku akan mengajakmu pergi setelah
syuting ini.” ujar bibinya, Nana hanya tersenyum simpul sambil memasang headset
dan memutar musik. Ia sangat menyukai EXO, ia sangat mengoleksi lagu – lagu
dari mereka. Sesampainya disana, Nana segera pergi ke kamar hotel untuk sekedar
merebahkan badannya sejenak. Bibinya terus mengingatkan kalau ia harus pergi
sesegera mungkin ke lokasi.
“Bibi, sebenarnya
siapa saja sih pemerannya? Sampai sekarang aku tidak tahu,” teriak Nana dari
kamar mandi,
“Bibi juga
tidak tahu, sudahlah. Cepat mandinya,” jawab bibinya. Nana pun melanjutkan
mandinya dan sesegera mungkin menyusul bibinya yang sudah ada diparkiran.
Mereka segera ke lokasi syuting, disana sudah ada kru film dan pak sutradara.
“Kau, Kim
Nana?” tanya pak sutradara yang menghampiri bibi,
“N-ne, saya
menemaninya. Saya bibinya Nana,” jawab bibi menarikku untuk memberi salam
padanya. Nana menundukkan badannya memberi salam, pak sutradara tersenyum
padaku. Dia mengajakku berkeliling lokasi, sampai akhirnya ke pembicaraan yang
lainnya.
“Ya, kita belum
bisa mulai syuting. Karena Kai belum datang,” ujar pak sutradara,
“Eoh?” heran
Nana mendengar nama Kai,
“Kebiasaan dia
yang terlambat membuat kita selalu kesal. Tapi karena prestasinya yang baik,
cukuplah membuat Kai bertahan dalam seleksi pemeran pria di film ini.” ujar pak
sutradara, Nana terus menelan air ludah dalam – dalam. Itu artinya ia akan
melakukan itu dengan Kai, orang yang paling ia benci. Tak lama, seorang lelaki
dengan celana 7/8, memakai kaca mata, sweater merah, topi yang dipakai terbalik
dan juga sepatu cats melangkah mendekatiku dan pak sutradara.
“Eoh, Kai-ah.
Cepat kemari,” panggil pak sutradara, Kai pun melangkah semakin dekat ke
arahku. Aku berusaha menutupi wajahku agar tak dikenali olehnya.
“Silakan kalian
persiapkan diri, semoga lancar hari ini,” ujar pak sutradara, ia pun
meninggalkan mereka berdua. Setelah berjalan bersama ke tempat take scene
pertama.
“Mwo? Nana,
haha kau lawan mainku?” heran Kai tertawa smirk,
“Ya! Aku juga
tidak tahu. Kalau aku tahu itu kau, aku juga takkan mau!” bentak Nana,
“Biasa saja. Oh
ya, kau itu orang yang paman Hyongsuk bilang?” tanya Kai,
“Mwo?”
“Iya, kau.
Katanya kau terkejut saat diberitahu ada scene kita berciuman,”
“Ne, wae?”
ujarku,
“Aku rasa
tidak. Hahahaha,” tawa Kai berlalu dari Nana, ia segera ke ruang make over.
Nana kemudian dipoles sedemikian rupa. Mereka pun memulai syutingnya. Hari ke
-3, mereka masuk kepada scene yang mana mereka harus menautkan bibir. Nana
gugup saat itu, hembusan napas Kai semakin membara dihadapan Nana. Ia memilih
untuk tidak membalas napasnya yang membara.
“And...”
“action!” pak sutradara memulai take scene ini. Kai mulai mencoba untuk mencium
leher Nana. Namun Nana malah gugup, sampai ia salah bicara. Beberapa kali Nana
dan Kai harus mengulang pengambilan gambarnya. Mata Nana berkaca – kaca, Kai
pun menghampirinya.
“Nana, kau
kenapa?” tanya Kai mencoba mengintip wajah Nana yang menunduk,
“Aku tidak bisa
melakukan itu,”
“Kenapa? Karena
aku bukan Sehun yang kau impikan?”
“Bukan,
sepertinya aku memang tak bisa,” jawab Nana mengangkat wajahnya,
“Kenapa?
Yasudah, lupakan. Ayo syuting lagi,” ujar Kai menarik tangan Nana. Ia menatap
tangan Kai yang menggenggam tangannya. Ia pun bilang sudah siap untuk mengambil
take. Rencananya pak sutradara akan mengambil scene ini dengan pemeran
pengganti cast lain. Namun dalam hati Kai, ia tak mau digantikan oleh siapapun.
Karena Kai sudah memilih Nana sebagai cast wanitanya.
“Kau bisa, kau
bisa membayangkan aku Sehun. Atau bayangkan saat posisi kita bersama terjatuh,”
bisik Kai, Nana langsung tersenyum. Take scene mulai,
“Gomawo,” ujar
Nana dan langsung mencium bibir Kai. Cukup lama, Kai pun mulai memejamkan
matanya. Mereka mulai terbawa suasana, Kai menghayati dan melumat bibir Nana.
Kai sesekali membuka matanya sedikit, ia melihat Nana pun memejamkan matanya.
Menikmatinya, memeluk punggung Kai erat – erat. Kai pun mengalungi tangannya ke
pinggang Nana. Cukup selama 2 menit, sutradara terlihat puas dengan akting
mereka. Mengapa begitu, karena hanya ini satu – satunya scene mesra difilm ini.
“CUT!” tepuk tangan dari sutradara pun pecah.
“Gomawo,” ujar
Nana sekali lagi menatap Kai, senyuman lembut dari seorang Kai dinikmati oleh
seorang Nana. Mereka pun tersenyum lebar sambil berjalan kembali ke ruang
ganti. Mereka merayakan keberhasilan pengambilan film bersama semua kru yang
bertugas. Nana pun pulang bersama bibinya, tapi ponselnya berbunyi.
“Halo?” ujar
Nana,
“Temui aku
dimobil,” ujar Kai dan menutup teleponnya. Nana meminta waktu pada bibinya
untuk ke sebuah tempat. Setelah ia sampai di depan mobil Kai, manajer Kai
mempersilakan Nana masuk ke dalam mobil.
“Mianhae,” ujar
Kai,
“Untuk apa?”
jawab Nana menatap Kai,
“Aku
mencintaimu,” suasana hening. Nana tak menjawab ucapan Kai. Ponsel Nana
berdering, bibinya menelepon. Beruntung Nana saat itu.
“Aku harus
menemui bibi. Sampai jumpa,” ujar Nana,
“Hati – hati
dijalan,” ujar Kai. Malam itu kembali sepi setelah ramai pesta perayaan tadi.
Setelah itu, ternyata Kai yang tak tampak disekolah. Ia harus ikut tour
promosinya, hanya berlima. Sehun tak ikut tour promo itu, dan dia tetap tinggal
dikelas. Nana terus sesekali menatap kursi Kai. Sudah 3 bulan Kai melakukan
tour-nya, saat ia kembali ke sekolah. Heboh berita kalau Nana dan Sehun sudah
berpacaran. Hati Kai cukup sakit mendengar itu, ia tak sanggup menatap Nana dan
Sehun saat kembali ke sekolah. Nana mencari Kai sampai ke semua tempat tapi tak
ada. Ia mendengar kalau Kai sudah pulang dari tour-nya. Nana harus menjelaskan
sesuatu kepada Kai yang sebenarnya. Ia pun mendapati Kai diatap sekolah, ia
sedang mencoba merokok.
“Kai, buang puntung
itu!” ujar Nana menarik tangan Kai menjauhi rokoknya. Kai mengabaikan ucapannya
dan menaruh rokoknya di bibirnya. Nana yang sopan – sopan menyuruh untuk tidak
merokok harus memakai cara kasar. Iya membuat jatuh rokoknya yang ditangan Kai,
wajahnya tampak kesal. Ia memungut rokok yang ada ditanah. Tak menjawab Nana,
ia hanya menatapnya dengan tatapan sinis.
“Apa maumu?”
ujar Kai menaruh rokok di bibirnya lagi, Nana tak bisa menahannya Kai lagi.
Nana menarik tangan Kai dan mencium Kai. Rokok yang ada ditangan Kai patah oleh
tangannya sendiri. Ia menahan keinginannya untuk membalas ciuman Nana.
“Aku mengikuti
kata Sehun,” bisik Nana,
“Apa
memangnya?” tanya Kai,
“Aku dengannya
berpacaran dan memberitahumu. Agar kau jujur bagaimana perasaanmu,”
“Maksudnya?”
tanya Kai,
“Aku
mencintaimu juga, Kai.” bisik Nana, kembali bibir mereka saling bertautan. Kai
pun menyenderkan Nana ke dinding. Dan melanjutkan ciumannya pada Nana. Tangan
Nana memeluk punggung Kai erat, Kai tetap pada posisi memeluknya.
*GOMAWO!^^*
Saranghaeyo, chingudeul *^^*
Toshiro Yagami
Selaku tim ekspedisi dua alam
(Alam Sadar dan Tidak Sadar)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar