Rabu, 25 November 2015

Magelang Yang Terlupakan

L.Gurman

"Kamu ngerasa? Ya wajar kan aku curiga, aku cuma minta kamu paham maksud aku," ujar Hana enggan menatapnya,

"Aku gak pernah kasih harapan ke mereka, Hana. Kamu yang harusnya lebih paham aku," ujarku tetap menjaga nada dan intonasi bicara.

"Paham kalau kamu suka ngobrol sama perempuan lain? Iya? Tadi aku malah liat kamu sama Giska," ujarnya, "dia teman kuliahku," sambungnya. Kali ini aku hanya bisa diam seketika. Kebingungan.

 "Udahlah, Han. Gausah bicarain itu dulu, niat kita kan mau jalan. Bukan ribut begini,"

Kali ini, ucapanku tepat sekali, sekarang Hana hanya diam dan keadaan mobil hening, sepi sekali. Hanya suara dari radio yang sudah menyala sebelum adanya keributan itu.

"Kita harus pikirin lagi soal pertunangan kita," ujar Hana tiba-tiba, dan cukup mengejutkanku yang sedang khusyuk menyetir mobil.

"Kenapa? Masih karena kecurigaan kamu sama Giska? Aku gak ada apa-apa sama dia, tadi itu dia yang nyamperin aku, nanyain kabar kamu," tegasku, dan sepertinya itu belum cukup membuka hati Hana yang terbelenggu cemburu.

"Sepertinya aku mulai ragu sama hubungan kita, Raka. Maaf,"

"Udahlah, Han. Kamu gak bisa percaya sama aku sedikit apa? Kamu gak biasa kaya gini," sahutku agak kesal dengannya kali ini.

"Engga, maaf," ucapan Hana seperti petir bagi diri seorang taruna yang memiliki tubuh tinggi tegap, pemegang tenor drum di drumband akmil - Canka Lokananta itu. Karena tak bisa menahan emosinya, entah apa yang ia pikirkan. Kemudinya keras saat akan kuputar ke kanan, seketika itu pula hantaman keras ke arah mobil yang melaju berlawanan pun terdengar. Disusul dengan suara beberapa orang yang berteriak ngeri. Dalam keadaan pusing, kulihat sekeliling dan kutemui Hana yang tergeletak tak berdaya. Beberapa pengemudi mobil dan warga yang ada disitu membantuku mengangkat tubuhnya dan sesegera mungkin membawanya ke rumah sakit. Aku khawatir sesuatu terjadi padanya. Dua jam menunggu di lobby, dalam keadaan terus mengkhawatirkannya, akhirnya kudapati kabar bahwa dia berhasil dioperasi. Dokter segera menjelaskan bahwa dia akan baik-baik saja. Tapi hanya saja, dia mengalami shock berat yang menyebabkan ingatan Hana terbuang sebagian. Kali ini, sekeras-kerasnya jiwaku ditempa di lapangan, mendengar hal itu aku merasa hampa dan ingin kuulang waktu dan tak akan kubuat kesalahan yang membuatnya seperti ini.

***

Magelang dengan sejuta keindahan yang disuguhkan, tak menarik lagi untuk seorang aku. Rakaditya Sulistio, dengan akrab dipanggil Raka oleh beberapa teman letting-ku. Aku seorang taruna di Akmil, Magelang, dan aku tetap berdiri tegap meski sesekali ingat dia. Adalah seorang Hana, gadis yang menemaniku satu tahun terakhir. Namun ia sudah hilang, bersama dengan kenangannya. Aku hampir lelah menghadapinya yang sudah sulit untuk melakukan pendekatan. Kresna dan Denis selalu membantuku, meski kata menyerah terus mendorongku untuk berhenti mencintainya. Sampai saat tiba, IB pun datang, mereka berdua menyuruhku untuk ke rumah Hana yang berada di Kulon Progo, Jogjakarta.

 

"Ah, udah kita ke rumah Kresna aja sih," ujarku malas bergerak dari tempat tidur.

"Hana butuh lo, Raka. Ayo buruan, kita apel dulu," ujar Denis, dan sesegera mungkin kami berdua berlari menuju barisan. Dan akhirnya, kami dilepas IB, didepan sudah ada taksi yang menunggu kami. Pesanan mas Kresna, kata supirnya. Taksi yang kami naiki, bukan yang seperti biasa yang memakai "tarif lama". Rasanya cukup menggambarkan bagaimana taksi itu, kembali kepada perjalanan kami ke Kulon Progo.

Hampir lima bulan tak kutemui dia, karena berbagai alasan yang tak mungkin kujelaskan disini. Saat kuputuskan untuk masuk terakhir, ibunya Hana langsung menarikku keluar untuk bicara.

"Kamu tak mendapat surat dari ibu?" ujar ibu,

"Tidak, bu. Memangnya kenapa?"

"Sebaiknya kamu pulang, atau jangan menemui Hana. Dia.."

"Aku tahu, bu. Dia amnesia kan?" sergapku menyambung ucapannya, kutundukkan kepala menatap wajahnya dan ku pegang kedua bahunya. Senyumanku terus kupasang sebagai cover dihadapannya. Dia diam.

"Kenapa ibu, ada apa sebenarnya?" tanyaku bingung,

"Sudahlah nak, lebih baik kamu pulang sekarang," aku tersentak mendengar perkataannya yang terkesan mendesakku untuk pergi. Kenapa? Kutanyakan dia dengan pertanyaan yang sama, sampai akhirnya dia mengajakku untuk ke dalam dan mengintip kamar Hana.

"Jangan banyak bicara," ujar ibu, dan langsung pergi ke ruang tamu, meninggalkanku didepan kamarnya. Segera aku masuk ke dalam sana, kudapati Hana sedang menatap ke arah meja belajarnya. Dia terlihat sedang menulis sesuatu. Saat kudekati, aku hampir terkejut, ia menulis nama "Raka" diselembar kertas yang ada didekatnya. Itu berarti dia tidak lupa sedikitpun tentangku?

"Hana?" Aku tak sengaja memanggilnya,

"Ka Ndaru? Kamu pulang? Bawa apa, Hana mau martabak seperti biasa." sahutnya, aku diam. Dan sebagai lelaki, hanya bisa menahan airmata karena memang ingin menangis.

"Siapa itu?" tanyanya curiga, ku balikkan tubuhnya dan menghadap ke arahku. Aku berlutut dihadapannya, dia mulai meraba wajahku. Sampai akhirnya, kubiarkan tangannya merasakan detak jantungku. Kupeluk tangannya, tepat didepan jantungku.

"Raka?" tebakannya tak meleset, dia masih mengingat detak jantungku. Wajahnya nampak terkejut, dan dia sesegera mungkin bangun hendak menjauh dariku.

"Kamu pergi, aku bilang pergi!!" bentak Hana,

"Engga, Hana. Tenang," ujarku sambil memeluknya. Benar, tangisannya tak membasahi seragamku.

"Aku buta, Raka. Aku malu,"

"Kamu ingat aku?"

"Iya," jawabnya sambil terisak. Dia masih bersandar di pelukanku, kubiarkan itu. Aku masih tak percaya, sejak kapan dia ingat denganku.

"Maaf kalau aku terlambat ingat kamu," ia menceritakan semua hal yang tak kuketahui. Sejak terakhir bertemu, saat menghampirinya di area parkir.

 

"Siapa sih kamu? Bisa gak ganggu saya lagi?"

"Aku, Raka. Kamu gak inget apapun?"  

"Gini ya mas. Saya gak kenal kamu, dan kalau kamu kenal saya, mungkin kita cuma kenal di seminar atau apa,"

"Kamu gak pake cincin kita?"

Segera kuperiksa jarinya, dan dia masih memakainya ternyata. Tapi dia sama sekali tak tahu kenapa cincin itu ada dijarinya.

"Ini cincin dari kakak saya, bukan dari siapapun, termasuk mas sendiri." ujarnya. Dari gaya bicaranya, dia sudah berbeda dari biasanya.

"Namamu siapa?"

"Raka." jawabku sudah tak peduli. Kutinggalkan dia dan kembali ke restoran, Kedua rekanku sudah menunggu disana. Dan sejak itulah dia mulai mengingatku.

 

Selesai bercerita, aku paham sekali kenapa surat ibunya Hana yang bilang dia akan menikah dengan orang lain. Aku berbohong pada ibunya, tentang surat yang tak kuterima. Karena aku yakin, Hana juga akan menungguku.

"Gak apa-apa, Hana. Aku senang kamu ingat,"

"Lupakan aku, Raka."

"Kenapa?"

"Cukup, sebaiknya kau pulang. Dan tolong, lupakan aku."

"Aku akan menunggu, Hana."

"Kalau kau punya cara untuk mengejarku, aku punya lebih banyak cara lagi untuk menjauh darimu."

Aku keluar dari kamar Hana, setelah kubantu dia untuk berbaring ditempat tidurnya. Kuseka basah air mata yang tak sengaja keluar karena percakapan tadi. Aku meminta izin untuk pulang pada ibunya Hana, disusul dengan kedua temanku, dan Ka Ndaru yang mengantar kami sampai mobil.

"Bagaimana?" tanya Denis,

"Mulai sekarang, sudah kubiarkan dia bersama orang pilihannya,"

"Kenapa?" tanya Kresna, antusias.

"Sepertinya dia terlalu benci denganku, dia akan menikah dengan orang lain." ujarku tegar, berusaha menutupi apapun yang kudengar dan kulihat, tadi. Aku merasa lega sekarang, aku sudah tahu bagaimana perasaannya sekarang padaku. Kunikmati angin Kulon Progo setelah hujan. Segar. Kami akan menginap saja di rumah Kresna.

Magelang yang terlupakan, semua kenangan indah maupun menyakitkan terangkum disini. Kuamnesiakan ingatanku saat itu juga, kubuka semua yang terkunci. Entah jiwa atau hati tentangnya sekalipun. Dan detik ini, resmi ku lepas semua kenanganku bersamanya, di Magelang.

 

 

Larasanti Gurman. Lahir di kota Hujan, beberapa tahun yang lalu. Hobi adalah membaca komik dan menulis cerita. Lebih senang bermain imajinasi dibanding bermain petak umpet, capek. Kuliah di jurusan akuntansi, berniat akan membuat karya sastra berbasis kas dan akrual. Inspirasi saat ini, dia, anggota Marinir, Indonesia.

1 komentar:

  1. 12bet : vid, info, bets, freebet, casino, poker
    12bet. vid. Info, bet and info. 12bet.vid. Info. 22. 11. link 12bet 10. 01. 22. 17. 0. 18. 0. 18. 1. 12. 11bet 20. 0. 19. 0. 19. 0. 21. 0. ミスティーノ 21. 0. 19. 0. 21.

    BalasHapus