Selasa, 29 Desember 2015

Milikmu bukan milikku

Dina mencoba untuk mencari uang disaat kedua orang tuanya pergi karena tugas ayahnya. Ia enggan ikut, dengan alasan kuliahnya yang tinggal 7 bulan lagi rampung. Ia diam saat memikirkan itu, saat semuanya sepi dia terpikir suatu hal. Mengapa tak mencoba menjadi pengasuh bayi saja? Barangkali ada yang minat dengan jasa itu? Selagi ada libur panjang sebelum sibuk dengan sidang. Ia mulai menyiarkan jasanya ke setiap penjuru ruang, mencari peluang baik. Siapa yang menyangka, usahanya memang diminati saat liburan panjang seperti ini. Dina akan pergi ke rumah seorang ibu dan juga suaminya, cukup jauh dari depan gang yang ia masuki tadi.
"Selamat siang, bu." Ia mengetuk pintu rumah yang sudah sedikit terkelupas kayunya. Warna cokelatnya agak pudar termakan zaman, sudahlah itu bukan alasan yang baik untuk menolak tawaran emas ini.
"Iya, selamat siang. Kau Dina Meswana, yang ada di ruang chat tadi?"
"Iya, benar bu. Kapan saya mulai bekerja?"
"Sekarang saja. Karena ibu dan bapak ada urusan ke kantor."
"Oh baik, hati-hati dijalan," ujar Dina, melambaikan tangan ke mobil orang tua itu yang lama kelamaan menjauh.
Dina menyadari bahwa rumah ini akan tak ramah dengan hatinya. Sepertinya pula, ia akan lebih sering meringkuk dipojokan jika seluruh pekerjaan usai sampai orang tuanya kembali.
Saat ia mengintip ke kamar, benar saja, anak si ibu tadi sedang tertidur manis. Baiklah, kubiarkan saja dan menonton FTV yang ada pada jam itu. Sudah hampir jam 6 sore, bayinya sama sekali tak menangis. Bulu kudukku mendadak merinding, saat kucoba memastikan bayi itu didalam kamar. Here it is! Seperti film horror, aku membayangkan sesuatu mengejutkanku saat pintu itu terbuka. Namun hening, tak ada sama sekali jejak apapun. Bayi si ibu menggeliat, sepertinya dia merasa dirinya lengket, kurang mandi, atau kurang makan alias lapar. Dia belum minum susu seharian ini kan? Kuracik segera susu yang kata si ibu ada di lemari makan. Kubersihkan botol minum dengan air hangat, dan setelah itu ya kubuat susu yang hangatnya pas. Aku tahu takarannya, maklum dulu aku juga sempat mengurus keponakanku. Sebentar, siapa yang menyalakan lagu tidur ini? Sepertinya suara ini berasal dari kamar bayi itu, akan kupastikan setelah mencabut kabel dispenser yang tadi kubutuhkan panasnya untuk menyeduh susu. Kudapati sebuah radio jadul, tapi dia sedang memutar kaset. Disitu aku mulai merasakan kejanggalan, aku merasa ini semua tak wajar. Sudah kurasakan sejak tadi siang, tapi daritadi kuanggap biasa saja.
"Apa-apaan rumah ini?" ujarku sedikit geram. Kuletakkan botol susu itu di dekat bayi untuk sementara. Sebelum kupastikan kaset tadi mati dan jendela kututup rapat. Takut bayi ini masuk angin karena hembusan dari luar cukup keras.
Saat kuberniat untuk membalikkan badan dan mendekati bayi. Kudapati semua berubah, semua terlihat usang. Tak seperti tadi yang kulihat, bercat putih dipadukan warna pink, dan sedikit tempelan dinding menambah kesan lucu dikamar bayi. Sekarang tidak, sudah kupastikan ini seperti rumah yang sudah bertahun-tahun ditinggalkan.
Sudut kamar dipenuhi debu dan sedikit lumpur bercampur dengan dua bangkai tikus yang "mungkin" mati keracunan. Dinding menjadi kusam, warnanya sudah agak kecoklatan, namun tidak untuk tempelan dinding. Masih sama seperti yang tadi pagi kulihat. Aku melangkah mundur tak percaya, sampai akhirnya menabrak meja tadi. Botol diatas meja jatuh, dan saat itu pula tangisan bayi pecah. Aku terkejut, karena daritadi tak kudengar tangisannya. Kucoba untuk mendekati tempat tidur yang sekarang sudah seperti kasur reot yang habis dimakan rayap disudut kanannya. Tirai kelambunya juga sudah ada yang sobek, untuk ini aku tak tahu siapa yang merobeknya.
Benar saja, saat kulihat dengan jelas, kudapati bayi yang tengah menggeliat mengucek matanya. Aku sedikit lega, namun tetap tegang seperti awal saja. Kalau bisa setelah kuminumkan susu untuknya, aku akan segera keluar dari rumah ini.
Bayi itu kembali tidur, dan saat itu juga aku akan melarikan diri dari keadaan ini.
Namun, setelah kuletakkan botol susu dimeja bersama radio usang tadi, derap langkah seseorang terdengar. Ada di ruangan ini! Aku tak salah dengar! Suaranya seperti berlari dalam kamar, sekarang kudengar langkah anak kecil juga. Ikut berlari bersama langkah yang entah milik siapa tadi. Mereka berlari kearahku dan aku merasa terdorong ke dinding. Dan suara anak kecil mengatakan,
"Maukah kau ikut bermain?"
click clak! Sakelar lampu bermain, hanya sekali saja.
"Ayo main!" Anak kecil itu jelas didepan wajahku, menampakkan diri. Tak bisa kujelaskan bagaimana, yang pasti itu membuatku ketakutan luar biasa. Aku terduduk di pojokan, aku tak percaya ini terjadi. Saat ada kesempatan, kuputuskan untuk berlari sekencang mungkin keluar dari rumah.
"Aaarrrrghh!" Aku kesal dan berlari. Kubuka pintu rumah dan terjatuh tepat didepan pagar rumah. Seorang bapak dan pemuda menghampiriku.
"Ada apa dek?"
"Didalam pak, didalam ada setan."
"Jangan mengarang," ujar pemuda itu.
"Benar, pak! Kau harus percaya padaku,"
"Jangan mengatakan hal itu, sebaiknya kau pulang dan lupakan apa yang kau lihat." Bapak itu melihat serius padaku, lalu melempar pandangan ke arah rumah tadi.
"Biar kubantu bangun," ujar pemuda itu.
"Terima kasih," kataku yang masih tergopoh untuk bangun.
"Sebaiknya jangan kau ganggu anak ini, pulang sana. Pulang," ujar bapak tadi tenang, menatap lurus ke arah pintu rumah. Aku yang bingung, segera menanyakan ke pemuda tadi.
"Eh, memangnya bapak itu sedang apa?"
"Memisahkanmu dari anak dan ibu yang ada didalam rumah itu."
"Hahh!?" Aku yang terkejut hanya bisa pingsan. Dan aku tak menyadari sesuatu yang terjadi saat mataku terpejam. Namun, sesuatu membangunkanku, klakson mobil membuatku membuka mata.
"Sudah selesai, aku pulang."
"Tak bisa,"
"Kenapa?"
"Kembalikan anak kami yang kau bawa, dia milikku bukan milikmu" ujar bapak yang ada disitu.
Saat ku lihat ke belakangku, anak tadi mengejutkanku dengan senyumannya yang ngeri.

"Haaaaaaaa!!!!!!!!!!" Teriakanku memecah suasana tahlil malam itu. Pemuda yang tadi membantuku bangun, ada disisiku.
"Sudah bangun?"
"Ada apa ini?"
"Sedang tahlil,"
"Tahlil siapa?"
"Kau sudah menemukan bayi dan juga ibunya yang ternyata terkubur dalam kamar dirumah itu. Dan tadi, ibu dan bapak yang menjadi tersangka, sudah ditangkap polisi."
"Oh. Iya." Jawabku singkat, masih sedikit kurang percaya dengan keadaan.
Ternyata, orang yang membayarku untuk mengurus bayi itu hanyalah sepasang psikopat. Dan ingin menjebakku, dan dijadikan pelaku palsu untuk menutupi kasus dengan alibinya. Ibu dan bayi itu akhirnya bisa tenang. Tinggal anak kecil itu yang tak kuketahui asal usulnya.  Anak kecil? Dia siapa ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar