Fanfiction
~ Inspirated by : MV Jin – Neoman Eobda
Cast
:
- Ara a.k.a Kim Yoo Jung
-
Ren a.k.a Xiumin
Hwang Ren atau panggil saja Ren adalah seorang anak laki – laki dari pasangan orang tua
yang hidup dengan kehidupan yang serba berkecukupan. Hidup di kalangan orang
kaya ini tak membuat Ren hidup manja. Ia di didik oleh kedua orang tuanya untuk
tetap menjadi anak yang sederhana, dan selalu mensyukuri apa yang sekarang
mereka miliki. Ia anak terakhir dari tiga bersaudara, kedua kakaknya adalah
perempuan, mereka bernama Sohee dan Yuna. Untuk kalangan keluarga kaya, anak
perempuan tidak diwajibkan untuk memiliki keahlian di salah satu alat musik
klasik. Ya piano, alat musik yang sepertinya setiap permainannya membuat orang
terkagum. Karena ia satu – satunya anak laki – laki, ia diwajibkan oleh kedua
orang tuanya apalagi ayahnya, ia ingin anak lelakinya pandai bermain alat musik
itu. Untuk memenuhi keinginan kedua orang tuanya. Tempat latihannya cukup jauh,
rumah itu terletak di Daegu. Rumah itu milik seorang seniman handal yang mahir
memainkan piano. Ia adalah teman baik ayahnya Ren sewaktu SMA. Dengan sangat
berat hati, liburan musim semi ini mesti dipenuhi dengan pulang pergi Seoul –
Daegu, demi memenuhi keinginan ayahnya. Kedua kakaknya sudah lebih dulu menguasai
alat musik Biola dan Harpa.
“Eomma, apa harus aku sibuk seperti
ini diliburan musim semi? Pulang pergi Seoul – Daegu?” tanya Ren merajuk,
“Ya, ini keinginan ayahmu. Ibu
bingung harus bagaimana, kau turuti saja apa maunya ayahmu. Tunjukkan kalau kau
bisa membahagiakannya,” ujar eomma Ren,
“Sepertinya diliburan ini aku akan
kelelahan,” celetuk Ren,
“Sabarlah sedikit. Eomma yakin kau
akan menyelesaikan ini secepatnya. Nah, sekarang kau tidur,” ujar eomma Ren,
“Baiklah,”
jawab Ren membaringkan tubuhnya.
“Besok
kau harus berangkat ke Daegu. Untuk pertemuan pertama,” ujar eomma Ren, sambil
membenahi selimut Ren dan membaluti tubuh anaknya yang sudah berbaring.
Senyuman dari Ren pun ia lontarkan untuk eomma-nya yang akan pergi keluar
kamar. Ayahnya sudah menyediakan sebuah mobil pribadi untuknya pulang pergi
Seoul – Daegu. Tak lupa dengan beberapa pengawal untuk menjaganya selama
berlatih disana dan mengantarnya kembali ke rumah. Dari dulu, ayah dan ibunya
selalu mengkhawatirkan penyakit itu. Ren yang memiliki kelainan pada
jantungnya, mencoba untuk tetap menjaga kesehatannyasampai ia mampu
membahagiakan kedua orang tuanya. Itu sebabnya, ayah Ren tak pernah membiarkan
anaknya itu pergi kemana – mana seorang diri. Malam itu pun berlalu, semua
orang dirumah beristirahat untuk menunggu kehadiran sang fajar. Pagi nanti.
Pagi
hari disebuah rumah mewah milik keluarga Ren,
“Pagi eom! Pagi appa!” ujar Ren
menggendong tasnya turun dari tangga dan menghampiri meja makan. Ia meletakkan
tasnya di kursi sebelahnya dan ikut duduk untuk sarapan bersama – sama. Dengan
wajah ceria dia mengambil sepotong roti, dan mengolesinya dengan selai
favoritnya, strawberry. Kedua kakaknya tersenyum melihat tingkah adiknya yang
tak seperti biasa itu.
“Eoh, Ren. Kau tampak ceria sekali
sepertinya. Ada apa?” tanya Yuna penasaran,
“Ah, aku kan akan pergi ke Daegu
untuk pertemuan pertama. Aku sangat senang dan tak sabar seperti ini, noona,”
jawab Ren,
“Haha, tumben sekali. Kau kan disana
akan belajar, bagaimana bisa kau senang seperti ini?” tanya Yuna heran,
“Karena aku akan belajar untuk
diriku, jadi aku harus senang,” ujar Ren,
“Baiklah. Adikku ini memang selalu
menang dalam mencari muka. Haha,” jawab Yuna tertawa bersama Sohee, eomma dan
appa mereka hanya tersenyum. Ren hanya tersenyum lebar sambil melahap roti yang
tadi sudah diolesi selai strawberry. Ayah Ren lebih dulu selesai sarapannya dan
segera keluar rumah, disusul kedua kakaknya. Mereka berbincang dulu di meja
makan, dan tak terasa sudah memakan waktu. Klakson mobil berbunyi, tandanya
ayah sudah cukup muak menunggu Ren yang makannya belum selesai.
“Chakkaman! Eomma, aku lupa membawa
bukunya,” ujar Ren,
“Aigoo~ Ya sudah. Cepat lah kau
cari, nanti eomma yang akan kedepan menemui ayah. Untuk menunggu sebentar
lagi,” ujar eomma, Ren segera berlari ke kamarnya. Ia mulai menengok semua
celah kamar untuk mencari bukunya. Buku itu berisi not balok sebuah lagu yang
ingin ia latih nanti di Daegu, ia tulis kemarin malam. Tak lama, ponselnya
berdering. Sohee noona!
“Ren, ya! Cepatlah sedikit, ayah
sudah menunggumu disini,” ujar Sohee dengan nada sedikit tinggi, karena ayahnya
sudah marah didepan sana.
“Iya, tunggu sebentar. Kau lihat
bukuku yang kau kasih waktu itu tidak, noona?” tanya Ren sambil sibuk
mengangkat beberapa bukunya yang barangkali menimpa buku spesialnya itu.
“Omo! Kau daritadi mencari buku
itu?” tanya Sohee noona,
“Iya, kau tahu?” Ren kaget,
“Siapa yang kemarin menyuruhku
menyimpannya didalam tasmu. Katamu kan agar pagi nanti tidak ketinggalan. Kau
bagaimana sih?” ujar Sohee noona ditelepon,
“Aigo, ya! Daritadi dong kasih
tahunya,” dumel Ren yang melangkah meninggalkan kamarnya,
“Kau tidak bertanya dulu sih,” Sohee
noona menutup teleponnya, karena melihat Ren sudah melangkah keluar. Akhirnya
mereka pun berangkat, ayahnya mengantar Ren untuk pertemuan pertama ini. Agar
Ren tak merasa canggung, dia memilih untuk membaur dulu dengan pelayan rumah
yang akan menjadi pelayannya di rumah itu. Karena masih masa libur musim semi,
ia memilih menginap saja disebuah paviliun dirumah itu.
“Paman, disini memang sepi seperti
ini setiap hari?” tanya Ren saat berkeliling rumah itu, saat itu pemilik rumah
masih akrab berbicara dengan ayah Ren.
“Iya, memang seperti ini. Sejak dia
pergi meninggalkan rumah ini untuk ikut dengan ibunya. Sejak orangtuanya
berpisah,” ujar paman tersebut,
“Dia? Siapa itu, paman?” tanya Ren,
“Anak perempuan Tuan Kim. Dia pindah
ke Inggris dua tahun yang lalu,” ujar paman,
“Namanya siapa, paman?” Ren mencoba
mencari tahu,
“Namanya Tiara, biasa dipanggil
Ara,” jawab paman,
“Memangnya disana dia ngapain,
paman?” tanya Ren,
“Dia disana belajar, menyelesaikan
pendidikan SMP nya. Ia lulus setahun yang lalu, ah sudah. Jangan banyak
bertanya, lebih baik kau cepat ke dalam rumah. Sebelum Tuan Kim mencarimu,”
ujar paman menggiring Ren kedalam rumah. Ayah Ren memperkenalkan anaknya kepada
teman SMA nya sekaligus guru piano Ren nantinya.
“Jeoneun Hwang Ren imnida, annyeong
haseyo,” sapa Ren memperkenalkan diri,
“Baiklah. Kalau begitu, dia sudah
bisa aku tinggal kan?” ujar ayah Ren kepada Pak Kim, guru piano Ren.
“Iya. Sudah, haha sebaiknya kau ke
kantor sekarang. Aku akan membuat anakmu pandai memainkan piano,” ujar Pak Kim
berjalan melewati Ren yang duduk, ayah Ren mengikutinya ke depan. Dan suara
mobil pun bunyi, dan semakin menjauh, ayah Ren pergi. Dan ia harus berjuang
belajar sekarang. Sehari – hari, Ren hanya tidur, makan, latihan dan sesekali
berlari pagi bersama paman penjaga Ren. Ren sedikit membenci tindakan pengawal
ayahnya yang terus membuntuti kemanapun ia pergi.
Telepon berdering, eomma menelepon.
Ren merindukan panggilan ini,
“Ren, eomma rindu. Kau akan pulang
hari ini,” ujar eomma Ren,
“Eoh, jinjja?” Ren kaget,
“Ye, kau akan pulang malam ini. Tapi
dua hari lagi, kau akan kembali kesana. Kau akan menghabiskan liburan disana
kata appa-mu,” jelas eomma Ren. Sepertinya ia mulai malas mendengar harus
kembali kesana. Disana tidak ada sesuatu yang spesial daripada kota Seoul, ia
tak boleh kemana – mana. Itupun sekalinya pergi keluar rumah harus dikawal oleh
pengawal suruhan ayah Ren. Dia pun menutup telepon eomma-nya setelah sekiranya
usai berbicara.
Setelah mereka bertemu dan
menghabiskan waktu bersama dirumah, Ren pun kembali ke Daegu. Senyuman
menyambut ia dirumah sana, ya paman menyambutnya dengan senyuman yang lebar. Ia
pun masuk ke dalam rumah untuk memulai kelasnya. Dari luar terdengar suara
mobil datang mendekati rumah dan berhenti didepan. Ren mencoba mengintip
jendela siapa yang datang, sepertinya ia tahu siapa itu. Wanita yang berwajah
lugu itu sepertinya Ara yang paman ceritakan, anak Pak Kim. Ditengah pelajaran,
Ren terus mencuri pandang pada Ara yang masuk ke dalam rumah.
“Kau mau belajar atau tidak?” ujar
Pak Kim sambil memukul sticknya pada buku teksnya,
“N-ne, mianhada,” jawab Ren kaget,
dan ia membiarkan Ara berlalu dari matanya. Ia akan mencari dan menemuinya
nanti.
‘aku akan menemuimu, Ara. Haha,’
ujar Ren dalam hati sambil tersenyum melihat naskah nada yang sedang ia pakai
untuk latihan.
“Baik, kau boleh istirahat dulu. Aku
akan kembali mengajar sore,” Pak Kim pun pergi keluar ruangan. Ia bertemu
dengan Ara saat berpapasan, tapi sedikitpun Ara menatap Ren. Ia malah melengos
melewati Ren yang mencoba menunjukkan pesonanya. Pengawal ayahnya datang,
“Ayo cepat istirahat. Jangan mengganggu putri Pak
Kim,” ujar pengawal itu dan Ren pun diam mengikuti instruksi pengawal itu. Ren
menghampiri paman pelayan itu, ia menghabiskan waktu istirahat bersamanya. Ia
mulai mewawancarai paman tentang Ara yang baru datang ke Daegu. Terdengar suara
Pak Kim yang sedang membentak seseorang. Ia pun beranjak dari dapur, pura –
pura mengintip sambil memakan sebuah anggur sebagai kamuflase. Ia meminta untuk
paman pelayan menemaninya untuk berlatih sebentar diruangannya. Ia melihat Ara
dimarahi karena tak bisa menempatkan nada pada nadanya,
“Kau bisa lebih baik bermain piano
ini? Coba rasakan alunannya, ya sudah kita istirahat. Berhenti memakan permen
saat latihan,” bentak Pak Kim pada Ara yang terus memakan permen saat latihan. Pak
Kim akhirnya meninggalkan Ara diruangannya. Karena terkejut, Ara menumpahkan
permennya ke lantai. Ren kaget melihat cara Ara memungut permennya. Ia meraba
seakan tak tahu dimana permen itu berada. Akhirnya Ren pun bertanya pada paman
pelayan itu,
“Paman, apa Ara tidak bisa melihat?”
tanya Ren,
“Shhhttt..jangan membicarakan apa –
apa disini,” ujar paman,
“Iya. Tapi apa benar?” tanya Ren,
“Iya benar. Sudah, belajar lagi
saja,” ujar paman pelayan. Ren pun melanjutkan latihannya, sampai ia mampu
menyelesaikan tugas dari Pak Kim. Ia mengintip dan melihat Ara yang sendiri
mencoba memainkan, ini kesempatan bagus untuknya. Ren pun datang untuk
memainkan beberapa nada, membantu Ara memainkan piano. Tentunya nada yang sudah
Pak Kim ajarkan, agar Ara pun mampu memahami setiap alunannya. Ara mulai
tersenyum tanpa tahu siapa yang membantunya bermain piano. Alunannya terdengar
nyaman, indah, senyuman Ara terus bertahan diwajahnya. Karena mendengar suara
langkah kaki seseorang, Ren pun bersembunyi dibalik piano.
“Kau yang memainkan pianonya tadi?”
tanya Pak Kim pada Ara, tanpa menjawab Ara terus tersenyum dan merasakan lagi
bekas sentuhan seseorang itu. Ara tahu, ia murid ayahnya. Permainan Ren yang
masih membekas di telinga Ara. Karena tak mendapat jawaban, ayahnya Ara
meninggalkan ia lagi sendiri didalam ruangan. Ren mengintip dan kembali duduk
disamping Ara. Ia melanjutkan permainannya,
“Kau senang?” tanya Ren menatap Ara
dan tangannya tetap menekan tombol nada piano untuk mengalunkan lagu. Ara
tersenyum lebar, matanya indah, Ren senang melihat itu. Tak lama dada Ren
kembali sakit, dan ia mencoba mengambil sesuatu di saku bajunya. Ia pun meminum
obat untuk menekan rasa sakit yang terasa sewaktu – waktu. Yang Ara tahu yang
Ren makan adalah permen, sama dengan yang selalu ia makan.
“Kau makan permen?” tanya Ara polos,
“Ne, sekarang kau makan juga ya,”
ujar Ren, “..buka mulutmu, aaa..” aba – aba Ren hendak menyuapi permen untuk
Ara. Telunjuk Ren mengenai bibir Ara, dia tersenyum menatap telunjuknya. Seakan
Ara pun mengerti apa yang Ren rasakan, ia pun ikut tersenyum. Keesokan harinya,
Ren mengajak Ara berbicara agar bisa lebih dekat lagi. Ren memeriksa keadaan
sekitar, ia tak menemukan siapapun disana.
“Aman!” gumamnya, tangan Ren
melambai memanggil Ara agar segera mengikutinya. Ia sadar kalau Ara tak bisa
melihat. Ren meraih tangan Ara untuk pergi bersamanya. Ara terkejut, matanya
seketika terbuka lebar, tanpa terlihat apapun yang ada didepannya. Ia hanya
tersenyum saat mulai merasakan genggaman tangannya mulai mengenal tangan Ren.
Dibelakang rumahnya, Ren pun mengajaknya duduk dikursi yang berada disana entah
sejak kapan.
“Kau mau mencoba mengenalku?” tanya
Ren tersenyum dihadapan Ara, tanpa ada yang melihat termasuk Ara.
“Hmm,” Ara kembali tersenyum dan mulai
meraba wajah Ren. Senyumannya semakin lebar dan merekah. Ren pun mulai
menurunkan tangannya ke dada kirinya. Mengenalkan Ara dengan detak jantung
miliknya, ini akan berbeda pada setiap orang. Tangan Ren terus memeluk tangan
Ara yang tetap meletakkan di dada Ren. Ren merasakan sakit lagi didada kirinya,
wajahnya terus meringis dan ia pun meminum obat yang biasa ia minum. Permen
Ren, begitu penilaian Ara. Pengawal yang sudah berkeliling rumah mencarinya,
langsung menarik paksa Ren. Karena ia harus ke rumah sakit untuk diperiksa. Juga
atas suruhan ayah Ara yang tak ingin melihat anaknya dekat dengan Ren. Ayahnya
takut kalau Ara mulai mencintai Ren yang tahu akan meninggal, ia akan sakit
hati. Ayahnya Ara hanya bisa melihat dari lantai atas. Di lantai bawah, Ara
sedang merangkak mencari Ren dan obatnya yang ia dengar jatuh ke tanah.
“Ren,” bisik Ara sambil terus
mencari obatnya, setelah dapat meraih itu. Ayahnya membangunkan dirinya dan
mengajaknya masuk ke dalam kamar.
“Sedang apa kau tadi?” tanya
ayahnya,
“A-aniyo. Aku tak melakukan apa –
apa, appa. Kemana Ren?” tanya Ara terus menggenggam obat Ren,
“Dia pulang sebentar. Ayahnya ingin
menjemputnya dulu,” jawab ayahnya menjaga perasaan putri kesayangannya itu. Ara
hanya mengiyakan saja tanpa tahu yang sebenarnya terjadi didepan matanya. Ia
hanya tahu suara Ren yang menjauh dari dirinya.
Satu
hari.....
Dua
bulan.....
Enam
bulan.....
Ren
tak kunjung datang, permen yang menjadi cemilannya sudah habis. Ia menunggu Ren
tiba, tapi masih tak datang. Ia terus memutar tempat ‘Permen Ren’ itu, berharap
akan ada kejutan darinya. Dan datang bermain musik lagi untuk Ara, tapi
nyatanya tak datang. Pagi itu, Ara keluar kamar hanya untuk sarapan. Setelah
itu ia melanjutkan penantiannya didalam kamar, musim dingin sudah akan tiba. Ia
masih belum datang mengunjunginya. Ternyata selama itu, Ren dirawat dirumah
sakit setelah melakukan operasi jantung. Hasil yang kurang memuaskan membuat
Ren tak putus asa. Ia gunakan sisa hidupnya itu untuk pergi ke Daegu, menemui
tuan putrinya.
“Kleek..” suara gagang pintu pun
berbunyi. Seseorang masuk ke dalam ruangan piano, itu yang terpikir dalam
pikiran Ara. Mata indahnya terbelalak menyadari itu.
“Ren,” sapa hatinya, senyuman
diwajahnya kembali merekah. Ia bahagia, ia terharu, ingin meneteskan air mata.
Tapi Ara hanya punya beberapa rasa sedih tanpa air matanya. Ia buta. Ren
memainkan sebuah nada seperti pesan yang memiliki arti, “aku mencintaimu dari
seluruh dirimu,” tak sampai nada terakhir, ia pun meninggal. Mata Ara kembali
terbelalak, ia terkejut. Ren tak memainkannya sampai selesai, ia kecewa.
Matanya mulai berkaca,
“Ada apa dengan Ren?” rintih
hatinya,
Nada
yang semestinya sebagai pesan terakhir yang akan Ren berikan pada Ara sebelum
ajalnya, hanya sampai ungkapan, “dari seluruh dirimu.” Ia belum sempat menyatakan
bagian “aku mencintaimu” dalam pesan terakhirnya. Pengawal Ren pun menggotong
tubuhnya dan membawanya ke dalam mobil. Tanpa sepengetahuan Ara, tubuh Ren
kembali dibawa menjauh dari dirinya. Lagi. Ayah Ara yang menyadari putrinya
sedih menyadari Ren tak memainkan nada itu. Ia pun melanjutkan nada itu dan
menggantikan isi pesan Ren.
“Dia mencintaimu,” pesan itu pun
sampai dihati Ara. Tampak jelas wajah Ara yang lega mendengar itu, dan
meneteskan air mata yang sekiranya bisa ia keluarkan. Sebagai ungkapan, “aku
juga mencintaimu,”
Selesai.
(^,^)v
Happy
Ending yaa ceman – ceman :*. Semoga selalu setia pada fanfiction yang
terinspirasi dari berbagai MV yang menyentuh. Terus setia lihat fanfiction
lainnya ya, terima kasih.
(Inspirated by : MV JIN – Neoman Eobda (Gone) )
Salam,
Toushiro Yagami
(selaku tim ekspedisi dua dunia >>dunia sadar
dan tidak sadar<<)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar