Bagai
melihat dua permata yang berharga yang keindahannya hanya dapat dilihat dari
jarak terdekat. Dua permata berbeda karakter ini, membuat mereka terlihat
berbeda karena jarak penglihatan orang.. Selain itu, mereka berdua memiliki
nilai plus kekuatan magis yang mereka milikku.
Itulah yang dua sahabat ini lakukan, perjalanan mereka yang membuat
mereka bersama. Dua sahabat yang sama-sama memiliki kekuatan magis layaknya
wolfman atau manusia serigala. Kekuatan mereka tak diragukan lagi, karena
mereka memiliki kekuatan yang sesuai dengan karakter jiwa mereka. Luhan dan
Kris, dua sahabat ini bersekolah disatu sekolah yang sama. Tidak ada yang tahu
tentang kekuatan mereka. Kadang mereka tidak mengerti kenapa mereka memiliki
kekuatan yang diluar akal sehat. Tapi
sebenarnya Kris tahu alasannya, entah apa itu. Luhan
yang terpaut perbedaan umurnya karena
Kris merupakan kakak kelasnya,
“Hyung, kau
sedang apa?” tanya
Luhan,
“Aku sedang
meredam amarahku, kau lihat yang disana. Aku masih tidak bisa menunjukkan
amarahku,” ujar
Kris,
“Kenapa?” tanya
Luhan lebih lanjut,
“Karena
banyak yang akan menyalahartikan ini, Luhan.” jawab
Kris sambil meremukkan kertas yang ada ditangannya,
“Kalau
begitu, biar aku yang kesana,” ujar
Luhan yang ingin segera membela orang lemah yang ia lihat disana.
“Ingat,
Luhan. Jangan sampai kau memperlihatkan rahasia kita, biarkan itu menjadi
kekuatan yang tersimpan,” ujar Kris
hendak pergi,
“Kau mau
kemana, hyung?” tanya
Luhan,
“Mau tau
aja, apa mau tau banget? Aku mau pergi jauh, maaf Luhan. Mafia itu terus
memaksaku untuk mengikutinya, dan aku sudah tidak mau masuk ke lingkaran itu.” jawab
Kris,
“Baik,
hyung. Tapi,” kata
Luhan, dan Kris mengambil jatah bicara Luhan,
“Tenanglah,
selama kau ini tidak menunjukkannya. Kau akan terlihat tersamar dengan
identitasmu yang pindah sekolah.” jawab
Kris,
“Baiklah,
aku akan kesana dulu. Takut terlambat,” jawab
Luhan,
Dan mereka
berpisah dari pertemuan itu, Luhan segera mendekati pengeroyokan disana.
Sedangkan Kris pergi merantau entah kemana, yang pasti dia melarikan diri
secara terhormat dengan memberikan sebagian kekuatan yang ia punya kepada
Luhan. Luhan melerai perkelahian itu dan tidak sengaja Luhan menunjukkan
gelagat aneh dan mengundang banyak tanya dari mafia itu.
“Bos, apa
dia seperti Kris?” tanya
anak buah 1,
“Iya bos,
sepertinya tingkah laku dia persis Kris yang dulu anggota mafia kita,” sahut
anak buah 2 yang terus manahan sakit hajaran Luhan diperutnya,
“Hmmh,
sepertinya. Lihat nanti, kita akan melihatnya sendiri,” ujar bos
mafia itu dengan wajah angkuhnya, dan mereka semua pergi dari Luhan dan orang
lemah yang dikeroyoknya itu. Luhan pulang kerumah dengan keadaan tubuhnya yang
lemah. Tidak ada teman yang ingin bermain dengannya karena semua orang
menganggap Luhan aneh.
“Aku
pulang,” suasana
rumah seperti biasanya, hanya ada anjing peliharaannya yang menyapa. Sejak
tinggal menjauh dari keluarga, Luhan sudah biasa dengan suasana seperti itu.
Lalu Luhan pergi ke kamarnya dan merebahkan badannya di tempat tidur. Dia akui,
setelah kepergian Kris menjauh dari keadaan, dia merasa sepi. Sering juga merasa
sendiri dibumi yang luas ini,
“Hhh,
seharusnya aku ikut Kris. Aku ingin melarikan diri dari keadaan ini, aku muak
haah!!” teriaknya sambil memegang kepalanya dan dia
melihat simbol kekuatan ditangannya itu.
“Kris,” ujarnya
dan handphone-nya berdering memecahkan suasana mengharukan tadi.
“Yeobseo?” suara
orang berbisik ditelepon membuatnya harus berulang kali menyapa orang yang
ditelepon,
“Ya, halo.
Aku Lee Joon tetanggamu, sebaiknya kau jangan keluar rumah. Didepan banyak
orang yang mencarimu.” ujar
penelepon, yang ternyata tetangga yang tinggal dibawah.
“Lalu,
mereka bilang apa?” tanya
Luhan sambil menyingkap tirai kamarnya yang menutupi jendela yang tembus
keluar.
“Dia
mencari Kris, sebaiknya juga kau segera melarikan diri. Karena mereka akan
mengincar kau dimana saja.” ujar Lee
Joon berbisik karena anak buah mafia masih ada didepan pintu rumahnya,
“Ne,
baiklah. Kapan aku bisa keluar dari sini?” ujar
Luhan yang bergegas membereskan barang bawaannya,
“Malam,
tepat jam 12. Mafia ini akan pergi ke markasnya,” ujar Lee
Joon,
“Kau tahu
detail seperti itu darimana?” tanya
Luhan,
“Aku
mendengar percakapan mereka ditelepon tadi,” jawab Lee
Joon, “ayo segera
tutup telepon ini, aku akan berakting kepada mereka untuk mengalihkan.” dan dia
menutup teleponnya. Luhan segera bergegas mencari tempat tinggal baru dekat
sekolahnya. Setelah menghubungi apartemen tersebut, Luhan menunggu jam 12
malam. Sesekali dimenyingkap tirai jendelanya itu, masih ada beberapa anak buah
mafia itu yang berkeliaran. Dan sampai akhirnya, suara mesin mobil menyala itu
tandanya mereka pergi,
“Ingat ya,
kalau sampai kami melihatnya. Kau akan menjadi jaminannya,” ujar
salah seorang anak buahnya kepada Lee Joon yang kemudian masuk kedalam mobil.
Saat serius mengintip seberapa jauh jarak mobil saat itu, handphone-nya
berdering. Lee Joon memberinya sinyal,
“Luhan,
dengarkan aku. Aku tahu dimana markasnya, dan jarak ke sekolahmu itu tidak aman
kalau kau ambil jalan barat, nanti kau putar arah ke timur lalu.....” jelas Lee
Joon panjang lebar,
“Baiklah, iya
aku akan melakukannya. Maaf mengganggumu, dan terima kasih banyak atas
bantuannya.” ujar
Luhan sambil membawa barang-barangnya. Setelah dibawah, Lee Joon sudah
membelikan tiket taksi untuknya. Dan Lee Joon menyerahkan tiketnya,
“Ini
tiketnya, Luhan. Maaf hanya bisa membantumu sampai sini, jaga dirimu,” kata Lee
Joon sambil menepuk bahu Luhan,
“Iya,
terima kasih banyak. Aku tidak akan melupakannya, ini menurutku sudah cukup.” Luhan
memeluk Lee Joon, taksi pun datang dan segera mereka berdua memasukkan barang-barang
ke bagasi.
“Sudah ya,
aku segera masuk ke rumah. Tidak enak sudah malam, aku duluan. Dah,” Lee Joon
segera masuk ke rumah. Luhan pun bergegas pergi ke tempat tujuannya.
***
Pagi harinya, kicauan burung pagi menyambut Luhan yang masih ditempat
tidur. Luhan bangun tidur di rumah
barunya. Rumah baru nya itu membuat dirinya nyaman, tapi terasa asing karena
desain rumahnya yang lebih sederhana dari yang sebelumnya. Sebenarnya bukan itu
masalahnya, dia tetap masih waspada anak-anak mafia itu. Hari ini hari senin,
hari pertamanya masuk ke sekolah baru yang sudah diurus Kris sebelum pergi.
Dia
bergegas pergi ke kamar mandi dan sarapan. Pagi sekali sekitar pukul 6 pagi,
dia diam-diam keluar untuk membeli sarapan. Kebetulan didepan apartemennya, ada
kios makanan serba ikan buka 24 jam karena kemarin hari minggu. Dia masuk dan
membelinya, setelah membeli masuklah orang berpenampilan rapi. Berperalatan
lengkap, microtelecom menempel ditelinganya, berdasi, ini terlalu membuat
bingung pemilik kios. Luhan mengenalinya, itu suruhan ayahnya.
“Tuan, kau
harus segera pulang,” tegas
suruhan ayahnya itu, sebut saja namanya Lee Junsu,
“Hhh, apa
urusannya denganmu?” ujar
Luhan,
“Bapak
sedang jatuh sakit, dimohon kehadiran tuan,” ujar
Junsu sambil membungkuk didepannya untuk memohon,
“Hhh, kau
saja yang menjaganya. Kau itu anak yang sebenarnya ayah sayang. Kau tahu, aku
sudah muak mendengar semua kebohongan yang kau buat,” jawab
Luhan kesal, karena selama ini banyak alasan kebohongan agar Luhan mau pulang.
“Tidak tuan,
ini sungguh benar. Bapak terus memanggil namamu, tuan. Kau sungguh dibutuhkan,
saya mohon,” ujar
Junsu memohon, pemilik kios akhirnya ikut memberikan Luhan jalan keluar.
“Nak,
sebaiknya kau tengok ayahmu itu. Sebelum kau menyesal seumur hidupmu, apa salahnya
kau menengoknya walaupun cuma sekali. Dia memanggilmu pasti dengan panggilan
rindu, percayalah nak.” ujar
pemilik kios, seorang wanita tua dan berwajah teduh. Luhan mencoba berpikir
panjang, dan akhirnya dia menuruti perkataan ibu kios itu. Dan dia memutuskan
untuk ikut Junsu ke mobil,
“Gamsahamnida,” ujar
Luhan merunduk memberi salam ke pemilik kios, dan pemilik kios tersenyum
padanya. Dia mengibas tangannya dari tangan Junsu, Luhan tidak mau tangannya
dipegang ke mobil. Didalam mobil Luhan sudah malas melihat suasana mobil yang
selalu mengingatkannya pada ayahnya.
“Ayah
sekarang dimana?” tanya
Luhan dengan nada yang datar,
“Dirumah,
tuan. Maafkan saya, kemarin saya sudah memaksa bapak agar dirawat dirumah
sakit. Tapi dia hanya ingin diantar olehmu saja, tuan. Saya mohon tuan bersikap
baik nanti.”
“Baiklah,
hanya itu yang kau inginkan?” jawab
Luhan,
“Iya, tuan.” Luhan
hanya mengangguk dan memandang suasana luar dari jendela mobil.
Luhan
tertidur sejenak dimobil, dia bermimpi ayahnya waktu itu. Ayahnya meminta ia
tetap menjadi anak yang baik, dan tetap menjadi anaknya selalu. Jangan pernah
melupakan ayahnya kelak walaupun dia membencinya,
“Ayah
sayang kau, nak. Jaga kakak perempuanmu dan ibumu ya,” Luhan
yang kaget langsung terbangun, dan sadar itu hanyalah mimpi.
“Tuan,
sudah sampai rumah,” ujar
Junsu, Luhan segera turun dari mobil dan berjalan ke pintu rumah.
“Permisi,
aku pulang. Ibu, kakak!” ujar
Luhan sambil mengganti sandal rumah. Kakaknya segera keluar menyambut Luhan
dengan wajah yang terharu,
“Kau
pulang, Luhan. Ayo ke kamar ayah, ayah akan senang mendengar kau pulang,” ujar Lee
Yoonhwa, kakaknya Luhan, sambil berjalan menuju kamar ayahnya dilantai 2.
“Ayah
selalu merindukanmu, Luhan. Kau kemana saja?” tanya
Yoonhwa kepada adiknya,
“Aku? Aku
masih disekitar sini. Sudahlah, kak. Tidak usah memikirkan aku, aku baik-baik
saja. Percayalah,” ujar
Luhan, Yoonhwa membukakan pintu kamar ayahnya. Ibunya yang melihat Luhan segera
membisiki ayahnya yang sedang terbaring.
“Luhan,” panggil
ayahnya,
“Iya ayah,
ada apa? Aku disini, ayah jangan banyak berbicara, nanti kau tambah parah,
ayah.” jawab
Luhan yang berjalan menuju ayahnya dan duduk disisi ayahnya.
“Tidak,
ayah baik-baik saja selama kau masih disini, pulanglah nak. Tinggal bersama
ayah lagi,” pinta ayahnya,
“Tidak
bisa, ayah. Aku tidak mau membahayakan orang rumah.” jawab
Luhan sambil menggenggam tangan ayahnya,
“Kenapa
nak? Kau masih marah dengan ayah?” tanya
ayahnya,
“Bukan
ayah, aku sudah melupakan itu. Tapi aku, aku tidak bisa menjelaskannya sekarang,
ayah. Tapi aku janji akan selalu datang kesini kalau ada waktu. Bukan saatnya
aku diam dirumah ini,” jelas
Luhan, ayahnya mulai mengerti dan tersenyum. Seakan-akan ayahnya setuju dengan
keputusan Luhan yang akan mengunjunginya terus. Hasil monitoring kesehatan
ayahnya berubah, suster pun memeriksa ayahnya. Dan semuanya tercengang
melihatnya, keadaan ayahnya berangsur baik, kesehatannya kembali normal namun
masih masa perawatan. Ibu dan kakaknya tersenyum melihat itu, dan Luhan pun
menahan kesedihannya meninggalkan ayahnya disini. Kakaknya mengajak Luhan
berjalan-jalan dihalaman rumahnya,
“Kau disana
tinggal sama siapa?” tanya
Yoonhwa,
“Aku
tinggal sendiri, kak. Aku tidak suka ada yang mengganggu privasiku.” jawab
Luhan sambil memasukkan tangan ke saku jaketnya,
“Kau makan
dengan apa? Siapa yang mengurusmu disana? Dimana Kris?” ujar
Yoonhwa yang menyinggung Kris dipembicaraan mereka.
“Dia pindah
ke luar negeri, biarlah. Tanpanya aku masih jadi aku, Luhan, adikmu” ujarnya
sambil tertawa, kakaknya ikut tertawa. Yoonhwa menyadari sesuatu terjadi,
keadaan adiknya menjadi gelisah, gugup. Dan kakaknya melihat sinar biru di
tangannya,
“Luhan, ini
apa?” ujarnya
sambil memegang pergelangan tangan Luhan,
“Tidak,
bukan apa-apa, kak. Sepertinya aku harus pergi,” ujar Luhan
sambil menggenggam tangan kakaknya dan memeluk kakaknya sebagai salam
perpisahan. Lalu Luhan pergi, lari seperti orang biasa. Setelah melewati pagar
rumah, dia mengeluarkan kekuatannya dan berlari seperti serigala. Orang mafia
itu hampir saja mendatangi rumah ayahnya, dan hampir menemukan tempat
persembunyiannya yang sekarang ia tempati. Ia segera bergegas pergi ke sekolah.
Sampai disekolah,
“Maaf, pak.
Saya terlambat masuk ke kelas.” ujar
Luhan kepada Pak Lee,
“Ya, tidak
apa-apa. Tapi sebagai hukumannya agar semua anak disini melakukan peraturan
dengan taat, kau tidak boleh masuk kelas hari ini.” ujar Pak
Lee dikantor guru,
“Baik, pak.
Besok saya tidak akan terlambat.” ujar
Luhan membungkukkan badannya, dan Pak Lee menganggukkan kepalanya. Akhirnya Luhan
keluar gerbang pintu sekolah, dia merasa ada yang mengikutinya. Dia sesekali
menoleh kebelakang dengan tatapan tenang dan menoleh kembali ke arah depan. Dan
sampai akhirnya ada beberapa murid dari sekolah lain, yang ternyata suruhan
mafia tersebut. Luhan yang tidak tahu ada urusan apa dengan mereka, tidak takut
berjalan mendekati mereka.
“Hey kau?” sahut
salah seorang dari mereka, Luhan menoleh ke arahnya. Orang tersebut menyerukan
kepada yang lainnya agar mengejarnya sampai dapat. Luhan segera lari menjauhi
mereka, tetapi mereka tetap mengejar. Sampai keatap sebuah gedung, mereka
mengejar Luhan. Dia terus berlari dan terus bersembunyi, mereka mengejar dan
mencarinya hingga larut malam.
Tanpa Luhan sadari seseorang dalam keadaan bahaya, seorang siswi sekolah
yang entah kapan mulai disana. Ketika siswa-siswa suruhan mafia itu melihat
bayangan orang, mereka segera mengejar kearah perempuan itu. Luhan membekap
mulut perempuan itu dan menariknya untuk bersembunyi dibalik kegelapan.
Perempuan itu tidak sengaja menyentuh tanda yang ada ditangan Luhan, dan Luhan
terkejut akan itu. Luhan segera pergi meninggalkan perempuan itu karena keadaan
sudah aman. Kelihatannya perempuan itu tampak bingung melihat tingkah Luhan
yang panik. Sesampainya diapartemen,
“Hey kau,
Luhan.” panggil
pemilik apartemen,
“Ya,
ahjussi. Ada apa?” ujarnya
menghampiri Pak Han,
“Tunggu
sebentar,” dia
mengambil sesuatu dari dalam rumahnya, “..ini dia,
seseorang mengatakan kakakmu menitipkan belanjaan.” ujar Pak
Han sambil membawa dua kantung supermarket. Luhan segera mengambilnya, dan
berterima kasih kepada Pak Han, lekas kembali ke kamarnya. Dia beristirahat,
merasa lelah dengan kejadian hari ini. Menurutnya istirahat malam ini penting
karena harus bangun pagi untuk hari pertama masuk sekolah baru.
***
Pagi hari sekali dia bangun dan memasak sarapannya sendiri. Dia lekas
mandi dan merapihkan perlengkapan kesekolahnya. Pukul tujuh pagi tepat, dia
bergegas berangkat karena dia tidak mau terlambat seperti kemarin. Bus pertama
keluar jam 07.30, berarti Luhan harus berada disana pukul 07.15. Kereta bawah
tanah datang jam 09.00, masih ada waktu untuk meneruskan sarapan ini. Akhirnya
Luhan membungkus sebagian sarapannya untuk diteruskan nanti di stasiun. Luhan
kadang merasa dia lelah mempunyai musuh seperti ini harus berpindah semakin
jauh dan jauh lagi. Dia berjalan ke halte, bus nyatanya sudah berangkat. Dia
segera melihat jam tangannya,dan menunggu bus berikutnya. Dari kejauhan Luhan
melihat ada segerombolan anak SMA yang gak jauh dari sekolahnya. Semakin dekat,
semakin dekat dan mereka menghampiri Luhan yang berdiri didepan halte tanpa
membuat keributan.
“Hei kau,” panggil
salah seorang diantara mereka, lalu Luhan mengangkat wajahnya. Lalu salah
seorang dari mereka atau bisa disebut ketua geng itu mendekati Luhan dan
membisikinya,
“Hei Luhan,
kami tahu kau. Kami tunggu di tempat biasa dan kami akan menawarkan kau sebagai
anggota kami.” Luhan pun
hanya tersenyum simpul dan segera menaiki bus karena sudah datang.
“Aku pergi
dulu, lihat nanti. Akan kuhubungi salah satu dari kalian kalau aku sudah mau
menghadapi kalian. Aku sedang malas berdebat,” bisik
Luhan ke ketua geng tersebut dan masuk ke dalam bus.
***
Waktu
berlalu dan Luhan sampai disekolahnya, saat memasuki gerbang sudah banyak yang
memandanginya. Dari perempuan dengan tatapan ceria dan juga beberapa lelaki
dengan tatapan sengit. Dia pergi ke kantin untuk melanjutkan sedikit demi
sedikit sarapannya. Seseorang menghampiri Luhan, dia murid lama disini namanya
Kai.
“Hei, kau.
Aku baru lihat kau disini?” ujar Kai
sambil duduk disebelah Luhan,
“Ya, aku
murid baru disekolah ini. Kau siapa?” tanya
Luhan sambil menolehkan wajahnya,
“Aku Kai,
murid kelas XII-D, kau sudah tahu kelasnya?” tanya Kai
kembali,
“Aku belum
tahu, Kai. Tapi aku sudah jadi murid disini kok, hahaha” Luhan dan
Kai tertawa bersama. Bel sekolah berbunyi, Kai segera meminta izin meninggalkan
tempat untuk ke kelas. Luhan kembali duduk sendiri dikantin dan segera
membereskan bekalnya. Dia bangun dari tempat duduknya dan berjalan menuju ruang
guru untuk menemui Pak Lee. Sampainya dikantor guru,
“Ah- Luhan,
ayo kesini.” Pak Lee
memanggilnya dari kejauhan.
“Iya pak.” Luhan
menghampiri Pak Lee yang sedang duduk di mejanya.
“Kau sudah
tahu jadwal hari ini?”
“Mollaseo,” jawab Luhan
dengan sopan.
Pak Lee
mengambil buku pelajaran hari ini dan meminjamkannya kepada Luhan. Mereka
berdua segera pergi ke kelas pertamanya Luhan. Saat memasuki ruangan kelas,
“Kalian
semua, perhatian,” semua
murid segera merapihkan diri masing – masing,
“Ya pak,” serentak
jawaban anak-anak murid,
“Ini murid
baru, perkenalkan namanya Luhan. Dia murid pindahan dari SMA Yoon Ge Hwa (nama
samaran).” seru Pak
Lee,
“Saya
Luhan, Xi Luhan, annyeong,” sapa
Luhan kepada yang lainnya,
“Luhan,
silahkan duduk disana. Dibangku yang masih kosong itu,” Pak Lee
menunjukkan bangku yang memang masih kosong. Luhan melihat siapa yang duduk
disebelahnya dari depan kelas,
‘Kau?
Wanita yang waktu itu kan?’ pikirnya,
dan perempuan itu memperkenalkan dirinya,
“Hai,
namaku Sohee, Yoon Sohee. Salam kenal,” Sohee
memperkenalkan diri malu – malu.
Luhan menjawabnya dengan senyumannya yang begitu charming.
Waktu pun
berlalu, pelajaran berjalan dengan lancar. Mereka pun bermain ditempat biasa
dengan mengajak Luhan untuk bersama – sama.
Mereka berbagi informasi dan saling belajar sesuatu yang belum pernah ada. Dan
mereka seperti itu sepanjang istirahat, mereka tidak hanya akrab dikantin tapi
juga didalam kelas. Terus berjalan seiring waktu berlalu, sepulang sekolah
mereka janjian untuk pergi bermain futsal bersama di lapangan sekolah. Dan
setelah bermain futsal, mereka berdiskusi tentang tantangan dari anak SMA yang
tak jauh dari sekolahnya. Setelah mendengar kisah cerita Luhan, mereka sepakat
untuk membantu Luhan dalam menghadapi ini.
“Malam ini?” tanya
Chanyeol,
“Ya iyalah,
masa malam takbiran? Kalau begitu, kita harus tunggu puasa dulu dong?” jawab
Baekhyun,
“Sudah,
sudah. Kalian kenapa jadi malah begini. Chanyeol, iya malam ini.” Lay
menjawab Baekhyun dan Chanyeol yang saling bercanda.
“Oh iya.
Pasti mereka akan kalah, tenanglah Luhan kami akan selalu mendukungmu,” ujar
Chanyeol,
“Aku dan
Tao akan pergi menemui salah seorang dari mereka. Kita akan menyusun schedule
penting ini,” ujar Kai
dengan nada angkuh.
“Baiklah,
ayo Kai, lebih cepat lebih baik. Sebelum mereka sudah bubar,” ajak Tao
dan mereka pergi bersama.
Malam hari
pun datang, mereka semua takut kalau Sohee akan dikuntit orang. Makanya mereka
semua mengantar Yoon Sohee sampai ke halte bus sebelum ke tempat janjian dengan
geng itu.
“Ayo,
naiklah. Ayo, sebelum busnya berangkat lagi,” ujar Kai,
“Iya,
baiklah. Selamat malam kalian, semua. Luhan, aku pulang. Selamat jalan kalian
semua.” Sohee
segera menaiki bus, tapi bus itu masih menunggu penumpang lainnya. Sohee
mengintip jendela bus dan mendapati Luhan dan yang lainnya berhadapan dengan
orang yang jumlahnya kurang lebih sama dengan Luhan dari kawan – kawan. Di
sana,
“Hei,
Luhan. Kau merasa takut untuk datang sendiri kesini?” sahut
ketua geng dengan nada menantang.
“Hmmh,” Luhan
hanya menjawab dengan senyuman simpul, namun ketua geng itu sebut sang Kim Sang
Man, malah menarik kerah Luhan. Luhan hampir terpancing emosinya, namun D.O
segera memegang tangannya dan mencoba untuk menenangkannya. Kai maju, dan
bertanya kepada Sang Man,
“Kau berani
dimana?” tantang
Kai,
“Ah~baik,
kalau begitu kami tunggu di gedung belakang sekolah kami, jangan lupa.
Persiapkan diri kalian, dan untuk kau Luhan saatnya jawab penawaran kami,” dan
mereka pun pergi. Luhan dan yang lainnya pergi ke sekolah untuk memastikan
semua guru sudah pulang dan tidak akan ada polisi disini. Mereka pun menyusul
Sang Man dan kawanannya di gedung kosong, tepatnya dibelakang sekolah mereka.
Sampai disana, memang sudah ada beberapa orang menunggu kehadiran mereka. Dengan
penuh keyakinan, Luhan, Kai dan yang lainnya masuk dengan memasang wajah
tenang.
“Apa kurang
meyakinkan kalian apa jawabanku setelah aku datang kesini dengan mereka?” ujar
Luhan, tanpa basa – basi
panjang dari pihak lawannya, mereka segera menyerang Luhan dan yang lainnya.
Perkelahian pun tidak bisa dielakkan lagi, semuanya berusaha mempertahankan
keutuhan gengsi mereka masing – masing.
Mereka tidak menyadari Sohee menguntit mereka dari kejauhan, setelah
mereka masuk Sohee pun mengintip dari luar. Dia khawatir dengan teman – temannya,
dia tahu dan melihat pertemuan mereka tadi dan memutuskan untuk turun dari bus.
Dia memantau perkelahian itu, dia sebenarnya ingin menelepon polisi tetapi
disana juga ada beberapa temannya. Dia sedang diposisi serba salah. Kembali ke
dalam gedung, Luhan dan yang lainnya berusaha untuk mengalahkan Sang Man dan
yang lainnya agar mereka tahu jawaban dari penawaran mereka terhadap Luhan.
Ditengah perkelahian, Luhan melihat teman – temannya
dipukul dan lainnya.
Dia merasa kesal dan geram, dan tak sadar kekuatan serigala itu
keluar. Dia menghajar siapapun yang menyentuhnya dengan tenaganya yang berubah
itu. D.O yang mencoba menenangkan Luhan dengan memegang tangannya tak luput
dari hajaran Luhan. Kai dan yang lainnya tersadar kalau Luhan baru saja
menghajar D.O hingga terpental jauh ke sudut ruangan. Mereka segera berlari ke
D.O untuk menolongnya, wajah D.O terluka karena kibasan tangannya Luhan. Kai
melihat Luhan dan memandang Luhan dengan pandangan amarah.
“Memangnya
kau itu siapa? Oh, jangan – jangan
kau salah satu dari mereka ya? Aku tidak akan melupakan ini, kau tahu itu?” ujar Kai,
lalu dia pergi dari hadapannya Luhan. Yang lainnya ikut kesal karena perbuatan
Luhan yang tidak sengaja melawan D.O. dan Luhan merasa bersalah akan itu. Dia
baru sadar yang dia hajar adalah temannya sendiri. Setelah mereka semua pergi
meninggalkan Luhan yang sendiri didalam gedung itu, Sohee pun masuk kedalam
ruangan untuk menghampiri Luhan.
“Luhan?” Sohee
memanggilnya dengan suara yang lirih, sayu. Luhan mengangkat wajahnya,
“Se-sebenarnya,
k-kau siapa? Kau ini siapa?” kata
Sohee gugup dan sedikit ketakutan. Sohee yang merasa bingung dengan semuanya,
tentang siapa Luhan? Kenapa dia bertemu dengannya pertama kali dalam keadaaan
yang aneh. Dan yang lebih membuatnya sedih, kenapa Luhan melakukan hal seperti
itu kepada temannya dan teman Sohee juga. Luhan masih tidak menjawab, dan Sohee
pergi meninggalkan Luhan juga. Luhan hanya bisa tertunduk lelah dengan apa yang
terjadi pada dirinya.
Apa yang terjadi
selanjutnya? Tunggu di Parodi WOLF-EXO part 2, tetap setia menunggu ya... ^^
(Inspirated
by : Wolf drama ver. – EXO)
Salam,
Toshiro
Yagami
Gomawoyo,
Nan neohuideul-eul saranghamnida!! Saranghaeyo~